Pemerintahan

Ini Catatan Dewan tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kota Malang TA 2024

26
×

Ini Catatan Dewan tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kota Malang TA 2024

Share this article
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang menyampaikan laporan hasil pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2024 dalam Rapat Paripurna yang digelar, Senin (7/7/2025).
Rapat Paripurna DPRD Kota Malang.(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang menyampaikan laporan hasil pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2024 dalam Rapat Paripurna yang digelar, Senin (7/7/2025).

Juru bicara Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Malang, Lelly Thresiawati, menyampaikan bahwa secara umum laporan Pertanggungjawaban Anggaran Pemkot Malang memenuhi syarat untuk dibahas lebih lanjut. Namun, terdapat sejumlah catatan strategis yang perlu menjadi perhatian pemerintah daerah dalam perbaikan tata kelola fiskal ke depan.

“Badan Anggaran telah menyelesaikan pembahasan bersama tim anggaran Pemkot secara intensif, termasuk rapat maraton hingga dini hari 6 Juli lalu. Semua tanggapan dan jawaban telah diberikan secara lisan dan tertulis oleh TAPD,” ujar Lelly saat membacakan laporan.

Pendapatan Tidak Capai Target, Belanja Pegawai Perlu Dievaluasi

Dari laporan tersebut, diketahui bahwa realisasi pendapatan daerah pada 2024 hanya mencapai Rp885,31 miliar atau 87,59% dari target sebesar Rp1,01 triliun. DPRD menilai capaian ini perlu segera dievaluasi. Lelly mendorong pemerintah kota melakukan kajian potensi daerah bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga riset.

“Kami merekomendasikan adanya upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pajak, pembaruan sistem, penguatan pengawasan berbasis digital, serta sosialisasi regulasi perpajakan secara masif agar kepatuhan masyarakat meningkat,” kata Lelly.

Lebih lanjut, DPRD juga menyoroti tingginya serapan belanja pegawai, yang mencapai 37% dari total belanja daerah. Menurut DPRD, angka tersebut masih jauh dari ideal.

“Pemkot harus segera menekan angka belanja pegawai hingga maksimal 30% sesuai amanat UU Nomor 1 Tahun 2022 agar ruang fiskal lebih sehat dan pembangunan bisa berjalan optimal,” tegasnya.

Baca Juga :  Bapak dan Anak Tewas Ditabrak Microbus Elf di Lawang Malang

Sertifikasi Aset Daerah masih Tertinggal

Persoalan aset daerah juga menjadi perhatian serius. Dari 8.264 bidang tanah milik Pemkot, baru sekitar 40% atau sekitar 3.300 bidang yang telah bersertifikat. Sisanya, sekitar 4.214 bidang, belum memiliki sertifikasi.

“Ini menunjukkan lemahnya legalitas aset yang berpotensi menghambat optimalisasi pemanfaatannya. Pemkot harus menargetkan sertifikasi minimal 1.500 hingga 3.000 bidang per tahun hingga 2026 agar dapat mencapai kepemilikan 80%,” ujar Lelly.

DPRD juga mendorong agar sertifikasi tersebut diikuti dengan strategi komersialisasi aset, termasuk ruang kantor, lahan parkir, dan aset usaha lain yang bisa menghasilkan pendapatan asli daerah.

Piutang Meningkat, Dana Cukai tak Tepat Sasaran

Catatan penting lainnya adalah besarnya nilai piutang Pemkot Malang yang kini mencapai Rp370,99 miliar dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

“Pemerintah harus memiliki strategi intensifikasi penagihan dan pengelolaan piutang agar tidak menimbulkan kerugian daerah yang makin besar. Neraca keuangan tidak boleh dikorbankan oleh piutang yang terus menumpuk,” tandasnya.

Sementara itu, penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) juga dinilai belum optimal dan sering tidak tepat sasaran. DPRD meminta agar anggaran ini diarahkan pada program yang benar-benar berdampak langsung, khususnya di sektor kesehatan masyarakat.

Belanja Modal Rendah, Harus Ditingkatkan

Dalam APBD 2024, realisasi belanja mencapai Rp2,45 triliun atau 93,83%. Namun dari jumlah tersebut, hanya 7,82% yang digunakan untuk belanja modal. DPRD menganggap proporsi ini terlalu rendah dan belum sesuai praktik keuangan daerah yang sehat.

Baca Juga :  Negara Tuvalu Berjuang untuk Tidak Tenggelam Ketika Permukaan Air Laut Terus Meningkat

“Belanja modal idealnya minimal 20% dari total belanja agar berdampak langsung terhadap pembangunan infrastruktur dan layanan publik. Untuk jangka pendek, kami menyarankan Pemkot menargetkan belanja modal 10–15% mulai APBD tahun berikutnya,” kata Lelly.

DPRD juga meminta belanja daerah lebih diarahkan pada kegiatan prioritas yang memiliki efek langsung terhadap kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi kota.

Penataan Perda dan Penegakan Aturan Masih Lemah

Di sektor regulasi, DPRD menemukan masih adanya tumpang tindih kewenangan antarinstansi dalam penegakan peraturan daerah. Hal ini dinilai mengganggu asas keadilan, kepastian hukum, dan efektivitas kebijakan.

“Pemerintah harus segera melakukan penataan peraturan daerah dan memperjelas mekanisme penegakannya agar tidak ada lagi kekosongan hukum atau ketidaktegasan di lapangan,” tegasnya.

Penutup dan Harapan

Rapat paripurna ini dihadiri oleh Wali Kota Malang, jajaran Forkopimda, pimpinan partai politik, kepala perangkat daerah, dan unsur masyarakat. Di akhir laporannya, Lelly menyampaikan harapan agar semua catatan dan rekomendasi dapat menjadi bahan perbaikan menyeluruh bagi Pemkot Malang dalam pengelolaan keuangan daerah yang lebih sehat, transparan, dan akuntabel.

“Semoga laporan ini bisa menjadi pijakan bersama untuk menjadikan APBD sebagai instrumen yang lebih berdampak bagi pembangunan Kota Malang yang maju dan berpihak pada rakyat,” tutup Lelly.(mit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *