Sudutkota.id – Dikenal sebagai golf-nya orang Jawa, cabang olahraga (cabor) Woodball kembali menyita perhatian dalam gelaran Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur IX/2025.
Meski diikuti 22 Kabupaten/kota dan menyuguhkan semangat kompetisi yang tinggi, Woodball nyatanya masih bertarung di tengah keterbatasan tanpa lapangan permanen, tanpa fasilitas yang memadai.
Berlokasi di Lapangan Sepak Bola sisi utara GOR Ken Arok, Kedungkandang, Kota Malang, pertandingan berlangsung dengan segala keterbatasan.
“Idealnya ada 14 nomor, tapi karena menyesuaikan dengan format PON, hanya 7 nomor tertinggi yang dipertandingkan,” ujar Ketua Pengprov IWbA Jawa Timur, Gamaliel Raymond Hatigoran Matondang, yang juga menjabat Sekretaris DLH Kota Malang Selasa (1/7/2025).
Tujuh nomor tersebut antara lain Single Stroke (Putra-Putri), Stroke Tim (Putra-Putri), dan Fairway (Putra-Putri). Total 168 atlet dan 24 pelatih dari 22 daerah turun gelanggang. Sebuah kemajuan dibanding Porprov sebelumnya.
“Dulu saat pertama kali digelar di Lumajang, hanya 18 daerah yang ikut. Di Mojokerto naik jadi 20, sekarang 22. Ini capaian penting,” ucapnya.
Menurut Raymond, khusus untuk kontingen Kota Malang, target realistis adalah mendulang tiga medali emas, bahkan bisa lebih.
“Ini olahraga yang masih baru. Baru tiga kali dipertandingkan di ajang Porprov, jadi peluangnya masih terbuka lebar. Atlet-atlet Kota Malang cukup potensial,” ujarnya optimistis.
Namun capaian itu bisa jadi tak bertahan lama jika tak dibarengi penguatan fasilitas.
“Kalau terus numpang di lapangan umum, perkembangan woodball akan stagnan. Kami butuh lapangan khusus Woodball di Kota Malang. Bukan hanya untuk latihan, tapi juga bisa jadi destinasi wisata olahraga,” tegasnya.
Sebagai olahraga berbasis teknik dan strategi, woodball disebutnya sangat cocok untuk lintas generasi. “Idealnya usia 25–45 tahun, tapi anak muda sampai lansia pun bisa ikut. Ini olahraga fleksibel dan murah,” ujarnya.
Ia membandingkan, bermain golf bisa menguras Rp. 500 Ribu hingga Rp. 1,2 Juta sekali main. Tapi woodball, jika ada fasilitasnya, bisa diakses gratis oleh masyarakat. “Woodball bisa jadi olahraga rakyat,” katanya.
Meski demikian, tak semua kontingen bisa tampil dengan kekuatan penuh. Seperti Bangkalan, yang beberapa atletnya absen karena mengikuti diklat CPNS di Bogor.
Format ideal seharusnya melibatkan 8 atlet putra dan 8 putri untuk mengikuti seluruh nomor. Tapi karena hanya 7 nomor yang dipertandingkan, komposisinya disesuaikan.
“Pertandingannya padat. Mulai pagi, selesai malam. Ini menuntut fisik dan konsentrasi ekstra,” ujar Gamaliel.
Porprov tahun ini juga menjadi penutup kiprah Gamaliel sebagai Ketua IWbA Jatim. Setelah satu dekade menjabat sejak 2015, ia memutuskan untuk menepi.
“Sekarang waktunya memberi ruang regenerasi. Tapi harapan saya satu: woodball jangan hanya eksis di kompetisi, tapi juga tumbuh di akar rumput. Di kota, kampus, bahkan desa-desa,” pungkasnya.(mit)