Daerah

Janji Dibicarakan, Bau Terus Dirasakan, Ketika TPA Lebih Pasti dari Komitmen Pemerintah

208
×

Janji Dibicarakan, Bau Terus Dirasakan, Ketika TPA Lebih Pasti dari Komitmen Pemerintah

Share this article
Gedung TPA Supit Urang, Sukun, Kota Malang, hari ini tak hanya dipenuhi aroma sampah. Ada suara-suara yang lebih keras dari bau. Yakni protes dan tuntutan dari warga tiga desa di Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, yakni Jedong, Dalisodo, dan Pandanlandung.
Anggota DPRD Kabupaten dan Kota Malang usai pembahasan terkait dampak TPA Supiturang di tiga desa di Kabupaten Malang.(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Gedung TPA Supit Urang, Sukun, Kota Malang, hari ini tak hanya dipenuhi aroma sampah. Ada suara-suara yang lebih keras dari bau. Yakni protes dan tuntutan dari warga tiga desa di Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, yakni Jedong, Dalisodo, dan Pandanlandung.

Wahyudi Tekad, Kepala Desa Jedong, membuka forum dengan kalimat yang pelan tapi menampar. “Forum-forum seperti ini sudah sering kami hadiri. Tapi hasilnya? Nol besar,” ucapnya. “Kami ini bukan cuma tetangga TPA. Kami ini rumah yang dipakai buang sampah,” tegas Tekad.

Warga datang tak membawa daftar panjang. Hanya dua tuntutan yang sebenarnya sederhana. Yakni, sumur artesis dan mobil layanan siaga. Tapi seperti kata Wahyudi, “Kalau pemerintah hadir dengan hati, dua hal itu mestinya tak perlu diperjuangkan dengan berteriak.” imbuhnya.

Ia menyebut pendapatan asli daerah (PAD) Kota Malang dari keberadaan TPA bisa mencapai Rp 24 Miliar. “Tapi buat kami apa? Kami hanya kebagian baunya,” ujarnya getir.

Selama ini, desa-desa yang berbatasan langsung dengan TPA Supit Urang hanya jadi penonton bahkan korban dari pembangunan Kota Malang. Dampak bau, pencemaran, dan risiko kesehatan harus ditanggung tanpa kompensasi nyata.

Baca Juga :  Cegah Judol di Kalangan Pelajar, Polresta Malang Kota Sambang ke SMP di Kota Malang

Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Much Anas Muttaqim, mengamini ketimpangan itu. “Ini bukan soal permintaan muluk. Ini soal hak dasar: air bersih, kesehatan, dan keselamatan,” katanya.

Ia menyebut pembiayaan bisa lewat APBD atau skema CSR, tapi yang terpenting, katanya, “Jangan berhenti di wacana. Ini soal kemauan politik,” ujar Anas.

Yang membuat forum kali ini berbeda, DPRD Kabupaten Malang hadir. Abdul Qodir, atau yang akrab disapa Adeng, dari Komisi 3 DPRD Kabupaten Malang, menyebut ini momen langka. Kota dan kabupaten bicara dengan nada yang sama.

“Kita sepakat, satu sumur dari kota, tiga mobil layanan, satu dari kota, satu dari kabupaten, satu dari CSR,” ujarnya. Targetnya, pengeboran bisa mulai Oktober 2025.

Adeng menekankan, ini bukan soal teknis. “Ini soal kemanusiaan. Jangan jadikan administrasi alasan untuk membiarkan orang menderita,” tegasnya.

Sony Rudiwiyanto dari Komisi C DPRD Kota Malang menambahkan, kepercayaan publik harus dijaga. “Jangan sampai warga merasa dibohongi lagi. Kalau tidak bisa lewat APBD, cari jalur lain. Tapi komitmen harus nyata,” bebernya.

Sony mengingatkan, meskipun wilayah terdampak berada di kabupaten, tanggung jawab tetap di tangan Pemkot Malang. “Sampahnya dari kota, dampaknya di kabupaten. Tapi manusianya satu warga negara,” tegas Sony.

Baca Juga :  Kijang Innova Terguling di Jalan Raya Karangkates, Empat Penumpang Luka-Luka

Kepala DLH Kota Malang, Noer Rahman Wijaya, mengakui kerumitan situasi. “Kendalanya adalah aturan. Belanja daerah tidak bisa lintas wilayah,” jelasnya. Tapi DLH sudah menyiapkan telaah staf untuk memasukkan penanganan dampak TPA dalam PAK 2025. Opsi hibah antar daerah juga sedang dipertimbangkan.

Rahman menyebut CSR terlalu lambat jika dijadikan andalan. “Dana yang terkumpul baru sekitar Rp 700 Juta. Itu pun hanya cukup untuk satu desa. Padahal ada tiga kawasan terdampak,” pungkasnya.

Pertemuan ditutup dengan nada optimistis, meski wajah para kepala desa tetap menyimpan awan was-was. Satu pertemuan belum tentu bisa mengubah segalanya. Tapi hari ini, mereka tahu perjuangan mereka tidak lagi sendirian.

Warga mulai menaruh harapan. Bukan yang kosong seperti tahun-tahun lalu, tapi harapan yang untuk pertama kalinya terasa bisa disentuh.

Langkah-langkah seperti pengeboran sumur atau mobil layanan kesehatan memang tidak menyelesaikan semua. Tapi dari situlah keberpihakan bisa mulai ditanam. Dari air yang bersih, dari mobil yang datang ketika warga butuh. Dari niat yang benar-benar jalan.(mit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *