Sudutkota.id– Sejumlah warga Desa Mayangan, Kecamatan Jogoroto, Kabupaten Jombang, Jawa Timur mengeluhkan pengerukan lahan persawahan milik mereka yang digunakan untuk proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pabrik tahu.
Hingga kini, warga terdampak mengaku belum menerima ganti rugi maupun kejelasan status lahan yang telah dikeruk sejak tahun 2024.
Salah satu warga, Siti Aminah (55), mengatakan sawah miliknya dikeruk dengan ukuran sekitar 7 x 14 meter tanpa adanya pemberitahuan maupun sosialisasi sebelumnya. Pengerukan tersebut terjadi pada pertengahan 2024, namun hingga kini lahan tersebut dibiarkan begitu saja.
“Waktu itu tiba-tiba sudah dikeruk begitu saja, tidak ada pemberitahuan atau sosialisasi sebelumnya. Sampai sekarang juga dibiarkan,” ujar Siti Aminah, Kamis 18 Desember 2025.
Sebelum dilakukan pengerukan, lahan sawah tersebut ditanami rumput gajah untuk pakan ternak. Namun, akibat adanya cekungan bekas galian proyek IPAL, lahan itu kini tidak bisa dimanfaatkan.
“Harapan saya kalau memang tidak ada ganti rugi, tanah sawah dikembalikan seperti semula,” ucapnya.
Keluhan serupa disampaikan Triwibowo (66), warga Desa Mayangan lainnya. Ia mengaku lahan persawahannya juga terdampak pengerukan proyek IPAL pabrik tahu, bahkan muncul persoalan baru terkait status kepemilikan tanah.
“Yang aneh, sebelum proyek itu berjalan, SPPT saya menyusut, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya,” ungkap Triwibowo.
Menurutnya, terdapat pihak yang mengklaim lahan tersebut sebagai tanah sungai. Atas dasar itu, ia telah mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk meminta pengukuran ulang sejak tahun 2024. Namun hingga kini belum ada kejelasan hasil pengukuran tersebut.
“Harapannya jelas, kalau memang itu tanah saya, ya ada ganti rugi,” tegasnya.
Sedikitnya terdapat tujuh warga Desa Mayangan yang mengalami persoalan serupa akibat proyek IPAL pabrik tahu tersebut.
Sementara itu, Kepala Desa Mayangan, Gunawan, membenarkan bahwa hingga saat ini belum ada ganti rugi yang diberikan kepada warga terdampak proyek IPAL. Ia menyebut pemerintah desa tidak memiliki kewenangan penuh dalam pelaksanaan proyek tersebut.
“Proyek IPAL itu merupakan proyek dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan paguyuban tahu. Desa hanya diberi pemberitahuan,” kata Gunawan.
Ia menjelaskan, pembangunan IPAL dilakukan menyusul adanya laporan dari pihak pondok pesantren terkait limbah pabrik tahu yang dinilai mengganggu lingkungan sekitar.
Saat ditanya terkait langkah penyelesaian persoalan warga, Gunawan menegaskan kembali bahwa pemerintah desa hanya sebatas menerima pemberitahuan pelaksanaan proyek.
“Desa tidak punya kewenangan penuh,” pungkasnya.




















