Daerah

Tugu Peluru Kudubanjar, Jejak Pertempuran TRI di Jombang yang Dibangun Tahun 1951

161
×

Tugu Peluru Kudubanjar, Jejak Pertempuran TRI di Jombang yang Dibangun Tahun 1951

Share this article
Tugu Peluru Kudubanjar yang menjulang setinggi sekitar tujuh meter di Desa Kudubanjar, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang, Jawa Timur kembali menjadi sorotan sebagai salah satu situs sejarah perjuangan rakyat Jombang.
Tugu Peluru Kudubanjar yang kokoh berdiri.(foto: sudutkota.id/Elok Apriyanto)

Sudutkota.id– Tugu Peluru Kudubanjar yang menjulang setinggi sekitar tujuh meter di Desa Kudubanjar, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang, Jawa Timur kembali menjadi sorotan sebagai salah satu situs sejarah perjuangan rakyat Jombang.

Monumen yang juga dikenal sebagai Tugu Nasional Kudubanjar ini menjadi penanda keberanian rakyat dan Tentara Republik Indonesia (TRI) dalam mempertahankan kemerdekaan usai Proklamasi 1945.

Tugu Peluru Kudubanjar dibangun sekitar tahun 1951. Monumen ini menyimpan kisah pertempuran sengit antara pasukan rakyat dan tentara Belanda pada masa Agresi Militer Belanda.

Pertempuran tersebut berlangsung antara 1947 sampai 1949 dan menjadi salah satu episode penting sejarah perjuangan di wilayah utara Sungai Brantas.

Kepala Desa Kudubanjar, Gatot Kuswanto, menuturkan bahwa kisah perlawanan itu telah hidup secara turun-temurun di tengah masyarakat.

“Dulunya di sana terjadi pertempuran karena memperebutkan pasokan gula dari Pabrik Gula Gempolkrep yang dikuasai Belanda,” ujar Gatot, Senin (10/11/2025).

Pertempuran yang berlangsung intens selama dua tahun tersebut membuat pemerintahan onderdistrik (Onderan) Kudu akhirnya berpindah dari Desa Kudubanjar ke Desa Randuwatang.

“Bangunan bekas onderdistrik itu kini beralih fungsi menjadi Kantor Kecamatan Kudu,” tambahnya.

Gatot juga menegaskan bahwa perjuangan di Kudubanjar tidak hanya dilakukan para lascar dan prajurit TRI. Warga setempat memiliki peran penting dalam menyokong perjuangan.

“Masyarakat di Desa Kudubanjar rela membuka dapur umum di pekarangan rumah. Pertempuran saat itu tidak berlangsung sehari atau dua hari, tetapi cukup panjang sehingga pejuang membutuhkan pasokan makanan,” ungkapnya.

Solidaritas warga menjadi tenaga utama yang menghidupi para prajurit yang bergerilya di front Kudu.

Sejarawan lokal Jombang, Faisol, menjelaskan bahwa pertempuran di Kudubanjar merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah perjuangan di Kabupaten Jombang.

“Nama Mayor Darmo Sugondo sangat kuat kaitannya dengan perjuangan di wilayah onderan Kudu,” jelasnya.

Menurut dia, keberadaan Tugu Peluru Kudubanjar menjadi bukti fisik bahwa perlawanan rakyat Jombang memiliki kontribusi besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

“Tugu ini bukan sekadar monumen fisik, tetapi pengingat akan kepahlawanan Mayor Darmo Sugondo dan rekan-rekannya,” katanya.

Faisol menambahkan bahwa Tugu Peluru bukan hanya penanda perlawanan, melainkan ruang hening yang mengingatkan generasi kini bahwa kemerdekaan tidak lahir dari kenyamanan.

“Tugu Peluru di Jombang menjadi pengingat abadi akan harga mahal yang dibayar untuk kemerdekaan Indonesia, serta semangat patriotisme yang patut diteladani,” tutupnya.

Kini, Tugu Peluru Kudubanjar Jombang tetap berdiri kokoh di jantung desa. Monumen ini menjadi saksi sejarah bahwa kemerdekaan adalah warisan yang harus dijaga melalui keberanian, persatuan, dan pengorbanan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *