Sudutkota.id- Menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, wartawan se-Malang Raya menggelar aksi demo di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang, Jumat (17/05).
Puluhan Wartawan yang tergabung lintas organisasi seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang Raya dan Perwarta Foto Indonesia (PFI) menolak revisi Undang-undang (UU) Penyiaran karena salah satu pasal dianggap mengancam kebebasan pers.
Aksi penolakan itu pun sebagai bentuk perlawanan pers. Dimana revisi UU tentang Penyiaran dinilai menyesatkan serta sebagai bentuk upaya pembungkaman.
Demikian dikatakan oleh Ketua AJI Malang Raya, Benny Indo saat memberikan keterangannya usai aksi demo digelar.
“Seperti dalam pasal 50 B ayat 1 dan 2 yang melarang penayangan eksklusif konten investigasi yang membatasi kebebasan Pers. Liputan investigasi itu harusnya didukung, bukan untuk dibungkam,” ungkapnya.
“Justru dari liputan investigasi itulah muncul informasi yang justru mendidik publik. Tapi upaya DPR untuk membungkam ini saya rasa tidak relevan dan justru mengkhianati demokrasi, mengkhianati reformasi,” lanjutnya.
Masih kata Benny, aksi penolakan ini menjadi perhatian publik, terutama awak media.
“DPR Republik Indonesia sebagai wakil rakyat harus mendengarkan aspirasi ini. Kegiatan penolakan ini bukan hanya di Malang. Namun juga terjadi di daerah lain, seperti Kediri, Blitar, Jember dan luar Jawa Timur,” paparnya.
Sementara itu, Ketua PWI Malang Raya, Cahyono menegaskan, bahwa pers sebagai salah satu pilar demokrasi tidak boleh dibatasi. Pembatasan pers sama dengan pengekangan demokrasi.
“Seharusnya Pemerintah membuat Undang-Undang untuk mengatasi tantangan jurnalisme dalam ruang digital tanpa mengancam kebebasan berekspresi. Dengan bergeraknya wartawan lintas generasi menjadi satu kekuatan. Intinya kami meminta jaminan kebebasan pers,” tandasnya.
Di tempat yang sama, Moch Tiawan menuturkan, revisi UU tentang penyiaran, salah satunya yaitu Pasal 50B ayat dua huruf K, bahwa pasal 50B ayat dua tersebut memiliki banyak tafsir, terlebih adanya pasal penghinaan dan pencemaran nama baik.
“Pasal ambigu ini berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan
mengkriminalisasi jurnalis. Tentu ini tidak akan tinggal diam. Kami akan mengirim surat rekomendasi kepada DPRD se Malang Raya. Agar rekomendasi itu diteruskan ke DPR RI,” pungkasnya.
Selain diwarnai sejumlah orasi mengungkapkan kekecewaan di hadapan Gedung DPRD Kota Malang, juga terpampang puluhan poster tuntutan menghiasi para aksi massa.
Diantaranya adalah tolak ancaman berekspresi, RUU Penyiaran= Pembungkaman Demokrasi, Tolak RUU Penyiaran, Kebebasan Pers Amanah Konstitusi dan banyak yang lainnya. (Mt)