Sudutkota.id– Tiga ahli hukum, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar yang muncul dalam film ‘Dirty Vote’ yang dirilis pada masa tenang pemilu, Minggu (11/2), menjadi sorotan.
Netizen pun mencari tahu, siapa ketiga sosok tersebut. Film Dirty Vote ini disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono, seorang aktivis, dan pembuat film, yang dikenal karena film Sexy Killers, yang juga ditayangkan saat masa tenang Pemilu 2019.
Ketiga aktor utama dalam film tersebut, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar, ternyata pernah menjadi bagian dari tim Percepatan Reformasi Hukum di bawah eks Menko Polhukam Mahfud MD. Mahfud Md sempat membuat tim percepatan reformasi hukum di Kemenko Polhukam. Nama pakar seperti Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar hingga Feri Amsari masuk ke dalam kelompok Kerja Reformasi Sektor Peraturan Perundang-undangan yang diketuai oleh Susi Dwi Harijanti.
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gerindra Fadli Zon merespons film dokumenter ‘Dirty Vote‘ yang berisi dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024, sempat menyinggung tentang 3 aktor utama dalam film ini.
“Termasuk saya mention juga di X gitu, ternyata dulunya adalah tim Pak Mahfud, ya nggak ada masalah juga, ini sebuah kebetulan yang presisi saya bilang. Nggak ada masalah kita sih, tapi sesungguhnya kalau kita percaya kepada kedaulatan rakyat serahkanlah pemilu ini kepada rakyat,” kata Fadli Zon di Gedung DPR RI, Senin (12/2/2024).
“Harusnya dilakukan nggak usah dipas-pasin jadi kesannya itu memang politis, menunggu momentum politis. Nah, harusnya jauh-jauh hari dong kalau mau lakukan edukasi dan literasi. Kenapa nggak di masa kampanye? kenapa nggak dari sebulan yang lalu, kenapa nggak dari 2 bulan yang lalu?” Kata Fadli.
“Kenapa harus menunggu momen di masa tenang, itu kan tidak bijak gitu, kalau menurut saya padahal kritik itu biasa-biasa aja saya mengkritik udah 3 pemilu belakangan ini nggak ada apa-apanya kritik mereka dengan kritik saya dulu,” sambungnya.
Fadli Zon menganggap kritik tersebut bagus untuk mengawal demokrasi. Meski demikian, ia mempertanyakan mengapa kritikan baru diungkap sekarang jelang pemungutan suara. “Ini masukan-masukan itu bagus, tapi harusnya jauh-jauh hari kalau saya mengkritik soal pemilu itu dari tahun 2009, 2014, 2019. Kita nungguin akademisi ini dari 25 tahun yang lalu sebenarnya, tapi baru bunyi belakangan, tapi fungsi intelektual akademisi penting untuk memberikan masukan, memberikan kritik untuk perbaikan-perbaikan ke depan,” katanya.
Dalam film tersebut, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar, yang semuanya adalah dosen ilmu hukum, mengekspresikan ketidaksetujuan mereka terhadap penyelenggaraan Pilpres 2024. Namun, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang netralitas mereka sebagai akademisi dan aparatur sipil negara (ASN).
“Hanya saja masalahnya mereka bertiga ini berprofesi sebagai Dosen Ilmu Hukum, bahkan Feri dan Zainal masih sebagai ASN. Dan “Penyampaian Pendapat” mereka disampaikan pada Masa Hari Tenang Pemilu 2024,” kata H Akhmad Jajuli, aktivis sosial dan politik.
“Setelah melihat film tersebut maka patut diduga bahwa rencana penayangan film itu pada hari Minggu ini (11/02/2024) tergolong upaya insinuasi dan propaganda negatif terhadap Presiden RI Joko Widodo,” ucapnya.
Netizen juga mempertanyakan ‘Salam 4 Jari’ sebagai kolaborator pada kredit di akhir film tersebut. Diketahui, Gerakan salam 4 jari adalah gerakan untuk mengajak masyarakat untuk memilih antara paslon nomor urut 1 Anies Baswedan-Cak Imin atau paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam Pilpres 2024. (wn)