Sudutkota.id– Tari tradisional Bapang asal Malang berhasil mencuri perhatian dalam ajang internasional Yaoli Village International Artistic Symbiosis Project yang digelar sejak 12 Juli 2025 di Desa Yaoli, Provinsi Zhejiang, China.
Penampilan memukau tersebut mendapatkan apresiasi tinggi dari berbagai pihak, termasuk Profesor Xiang Yong, yang lebih dikenal sebagai Profesor Hardy, tokoh budaya dari Peking University dan UNESCO Chair.
“It was a great performance, spectacular! (Itu adalah penampilan yang hebat, spektakuler),” ujar Profesor Hardy usai menyaksikan pertunjukan.
Ia menyebut Tari Bapang sebagai bentuk komunikasi budaya yang kuat dan menyentuh, jauh melampaui sekadar pertunjukan tari biasa.
“Tari Bapang bukan hanya visual yang indah, tetapi juga memiliki ruh,” sambungnya.
Profesor Hardy bahkan memberikan pelukan hangat kepada Gandung Masigit Saputro, penari utama sekaligus perwakilan dari Pemerintah Desa Kranggan dan Sanggar Sailendra. Ia menyatakan minatnya untuk menjalin kerja sama budaya lebih lanjut dengan pihak Indonesia, termasuk dengan Universitas Brawijaya.
“Kami melihat potensi besar dari Indonesia, khususnya Malang, untuk proyek budaya jangka panjang,” ujarnya.
Sementara itu, bagi Gandung Masigit Saputro, pengalaman ini menjadi momen tak terlupakan. Ia merasa bangga bisa membawa semangat kampung halamannya ke panggung internasional. Kostum dan topeng khas Tari Bapang disebutnya menjadi daya tarik utama yang membuat penonton langsung tertarik sejak awal.
“Saya bisa melihat banyak mata berbinar penasaran, dan itu memicu semangat saya dalam menari,” ungkap pria yang akrab disapa Gandung itu.
Setelah tampil, ia mendapat sambutan meriah dan berbagai apresiasi dari penonton mancanegara, termasuk dari Vietnam yang bahkan memberikan cendera mata.
“Mereka banyak yang penasaran dengan makna dan asal-usul Tari Bapang,” sambungnya.
Gandung menyatakan siap jika di masa mendatang ada peluang kolaborasi budaya internasional. Ia percaya bahwa seni adalah jembatan yang mampu menyatukan berbagai bangsa.
“Kalau seni sudah bicara, perbedaan bahasa dan budaya bukan lagi halangan,” pungkasnya. (ris)