Sudutkota.id : Persoalan pelik terkait Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) di Kota Malang akhirnya dipaparkan oleh Wali Kota Wahyu Hidayat.
Dalam pernyataan resminya, Wahyu menegaskan bahwa Pemkot Malang tidak akan gegabah dalam menerima PSU yang diajukan oleh para pengembang.
Semua harus melalui proses verifikasi yang ketat, sesuai dengan aturan yang berlaku, dan tidak menimbulkan celah hukum di kemudian hari.
“Kita tahapannya harus dilakukan. Ada SOP, agar langkah-langkah yang kita ambil tidak menyalahi aturan. Saya pernah menangani kasus Madyopuro, tidak langsung saya bongkar saat menjabat. Semua harus bertahap,” tegas Wahyu.
Menurutnya, banyak pengembang perumahan yang meninggalkan persoalan berat mulai dari lahan belum dibebaskan, site plan yang tidak sesuai kondisi di lapangan, hingga PSU yang rusak atau tidak memenuhi standar teknis.
“Ada pengembang yang sudah lari, dan dalam site plan-nya lahan yang belum dibebaskan malah sudah dimasukkan. Itu menimbulkan masalah sendiri,” jelasnya.
Lebih lanjut, Wahyu menjelaskan bahwa komponen PSU seperti jalan, drainase, jaringan listrik, sambungan telepon, hingga akses air minum tidak bisa sembarangan diterima.
“Kami tidak akan menerima PSU dalam kondisi rusak. Bahkan ukuran jalan pun harus sesuai. Kalau di site plan lebarnya 10 meter tapi di lapangan cuma 7 meter, ya tidak bisa kami terima,” tandasnya.
Wahyu menambahkan, proses penyerahan PSU saat ini juga berada dalam pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasalnya, setiap PSU yang diterima akan menjadi bagian dari aset negara dan dicatat dalam neraca daerah.
“Kami sedang didampingi oleh KPK. Karena penambahan aset harus melalui verifikasi yang ketat. Kalau asal terima, lalu BPK atau KPK datang periksa dan ternyata tidak sesuai, kita yang akan kena,” katanya.
Terkait permintaan dari DPRD Kabupaten Malang agar Pemkot memutus aliran air dari Kota Malang ke wilayah perbatasan, Wahyu memastikan bahwa tidak ada masalah hukum dalam perjanjian antar daerah.
“Permintaan untuk memutus air itu tidak ada dasarnya. Saya sendiri mewakili Kabupaten waktu diundang KPK dan menandatangani perjanjian kerja sama itu. Disaksikan langsung oleh KPK di Solo, antara Kota dan Kabupaten. Sudah clear, nggak ada yang perlu diperdebatkan lagi,” ujarnya.
Ketua DPRD Kota Malang, Amihya Ratnanggani Siraduhita, menanggapi pernyataan Wali Kota dengan menekankan perlunya perbaikan sistemik dalam tata kelola PSU.
Ia menyebut bahwa problem ini sudah berlangsung terlalu lama dan harus diakhiri dengan pendekatan yang lebih strategis.
“Permasalahan PSU ini sudah menahun dan bukan hanya terjadi di 12 titik, tapi hampir menyeluruh di perumahan-perumahan. Ini butuh evaluasi mekanisme agar ke depan tidak terulang lagi,” kata Amihya.
Ia menegaskan pentingnya sinergi antara eksekutif dan legislatif dalam menyiapkan kerangka solusi. DPRD sebagai representasi masyarakat merasa berkewajiban ikut mengawal penyelesaian persoalan tersebut.
“Kami ini yang seringkali menerima keluhan warga. Jadi kami akan dampingi eksekutif agar kebijakan yang ditempuh benar-benar menyelesaikan masalah, bukan menunda,” ujarnya.
Selain soal PSU, Amihya juga menyoroti perlunya efisiensi anggaran daerah. “Kami ingin APBD Kota Malang ke depan bisa lebih tepat sasaran. Jangan sampai kita hanya mengejar opini WTP tiap tahun, tapi di masyarakat masih banyak fasilitas yang rusak dan tidak layak,” tegasnya.
Menurutnya, Kota Malang memiliki potensi besar yang harus dioptimalkan. Ia berharap ke depan ada upaya serius untuk memangkas pengeluaran tak esensial dan memfokuskan anggaran pada pelayanan publik.
“Kota ini harus dikelola dengan cerdas dan penuh perhitungan. Kita ingin Malang benar-benar menjadi kota yang luar biasa, tidak hanya di atas kertas, tapi juga dirasakan langsung oleh warganya,” pungkasnya. (mit)