Sudutkota.id – Pengadilan Negeri (PN) Malang kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana pemerasan dan pengancaman dengan terdakwa Y. Lukman Adiwinto dan Fuad Dwi Yono, Rabu (23/7/2025).
Sidang yang berlangsung di ruang Cakra ini menghadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Batu, Hidayah, SH, yang membacakan surat dakwaan terhadap kedua terdakwa.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa kedua terdakwa tidak hanya dikenakan Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dan pengancaman, namun juga dijerat sejumlah pasal tambahan, yaitu Pasal 372 dan 378 KUHP, serta Pasal 45B dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Penambahan pasal ini dilakukan setelah berkas perkara dilimpahkan dari penyidik kepolisian ke pihak kejaksaan.
“Awalnya hanya pasal 368 yang digunakan oleh penyidik. Namun setelah tahap dua dilimpahkan ke kejaksaan, ada tambahan pasal-pasal lain, termasuk pasal dalam UU ITE. Ini tentu membuat posisi klien kami semakin berat,” kata Hartadi, SH, kuasa hukum kedua terdakwa dari Kantor Hukum & Advokat K & K and Partners, usai sidang.
Hartadi menjelaskan bahwa dirinya baru mulai mendampingi kedua kliennya sehari setelah penangkapan. Lukman ditangkap pada 12 April 2025, sedangkan surat kuasa untuk Fuad dibuat pada 13 April.
“Pemeriksaan awal kami tidak mendampingi karena belum ada surat kuasa. Baru setelahnya kami mulai mendampingi mereka dalam proses di kejaksaan maupun di persidangan,” ujar Hartadi.
Ia juga menyoroti adanya kejanggalan dalam dakwaan yang dibacakan JPU. Salah satunya terkait waktu kejadian yang disebut terjadi pada 18 Februari 2025. Padahal, menurut Hartadi, penangkapan kliennya terjadi pada April.
“Apakah ini salah ketik atau kesalahan substansi, kami akan cermati. Tapi yang jelas, sudah dibacakan di persidangan bahwa peristiwa terjadi pada Februari, padahal mereka ditangkap April. Ini akan kami jadikan bagian dari eksepsi,” tegasnya.
Lebih dari itu, Hartadi menyebut bahwa perkara ini tidak berdiri sendiri. Ia menegaskan bahwa kasus ini bermula dari dugaan pencabulan yang terjadi di Pondok Pesantren Hadramaut, Payan Punten, Kota Batu, yang diduga dilakukan oleh seseorang bernama Munif.
“Klien kami sama sekali tidak mengenal korban maupun keluarga pelaku. Tapi setelah kasus pencabulan itu viral, ada pihak yang memperkenalkan mereka dan dari situlah muncul rangkaian peristiwa yang kini menyeret mereka ke meja hijau,” jelasnya.
Menurut Hartadi, dalam dakwaan JPU, Lukman disebut sebagai pihak yang mengatur (otak) tindakan pemerasan, sementara Fuad diduga turut serta. Ia menolak tuduhan tersebut dan menyatakan akan membuktikan sebaliknya di persidangan.
“Kami akan ajukan eksepsi dan meminta majelis hakim untuk membatalkan dakwaan karena kami menilai surat dakwaan tidak jelas dan tidak cermat. Banyak fakta hukum yang diabaikan,” ujarnya.
Tak hanya itu, pihak kuasa hukum juga mengaku telah melaporkan keluarga pelaku dugaan pencabulan ke Polres Batu atas dugaan penipuan, pelanggaran Undang-Undang Pers karena berusaha menurunkan (take down) pemberitaan di media, serta dugaan menghalangi proses penyidikan.
“Kami juga menduga mereka mencoba menghentikan kasus ini di tingkat kepolisian dengan berbagai cara. Maka kami tegaskan, proses hukum harus berjalan adil bagi semua pihak,” kata Hartadi.
Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pekan depan dengan agenda pembacaan nota keberatan (eksepsi) dari pihak terdakwa.(mit)