Sudutkota.id – Sengketa tanah yang telah berlangsung selama lebih dari dua dekade di kawasan Pasar Agribisnis Mantung, Desa Ngroto, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, akhirnya menunjukkan perkembangan berarti, Sabtu (6/9/2025).
Sebanyak tujuh warga dari Desa Pujon Lor, Ngroto, dan Ngabab yang mengklaim sebagai pemilik sah lahan tersebut kini mulai mendapat pengakuan atas hak mereka.
Dengan pendampingan dari Kantor Hukum Agus Subyantoro & Partners, para pemohon mengikuti pemeriksaan lokasi obyek tanah yang disengketakan. Pemeriksaan lapangan dilakukan pada, Rabu (3/9/2025), oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Malang bersama seluruh pihak terkait.
Dalam proses tersebut, satu bidang tanah bersertifikat hak milik (SHM) milik pemohon terbukti secara koordinat berada tepat di dalam kawasan Pasar Agribisnis Mantung.
Selain itu, enam bidang lainnya yang didasarkan pada Akta Jual Beli (AJB) juga diidentifikasi berada dalam lokasi yang sama. Fakta ini memperkuat klaim bahwa lahan pasar tersebut memang berdiri di atas tanah milik warga.
Perkembangan ini merupakan kelanjutan dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kabupaten Malang, pada 12 Juni 2025, lalu. Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi I DPRD, Redam Guruh, dan dihadiri oleh berbagai instansi seperti Dinas Pertanahan, BPN, Camat Pujon, serta Pemerintah Desa Ngroto.
Dalam forum tersebut, Kepala Desa Ngroto sempat menyatakan bahwa tanah pemohon tidak berada di area pasar. Namun hasil verifikasi BPN membuktikan sebaliknya.
“Tanah milik kami bersertifikat resmi. Kami hanya meminta keadilan dan pengakuan,” ujar salah satu pemohon saat mengikuti pemeriksaan lapangan.
Koordinat yang ditunjukkan dalam SHM milik pemohon dianggap valid dan tak terbantahkan oleh BPN, karena menggunakan sistem yang diakui secara nasional. Pemeriksaan ini sekaligus membantah klaim pemerintah desa bahwa lokasi tanah pemohon berada di luar area pasar.
Kasus ini bermula dari transaksi pembelian tanah yang dilakukan para pemohon pada tahun 1997 dari mantan Kepala Desa Ngroto. Transaksi dilakukan secara sah melalui AJB oleh Camat Pujon selaku PPATS, serta satu bidang yang disahkan melalui SHM oleh BPN Kabupaten Malang.
Namun pada awal reformasi, lahan tersebut diambil paksa oleh Pemerintah Desa Ngroto dengan alasan sebagai tanah kas desa yang berasal dari tanah P2. Sejak tahun 2002, lahan itu digunakan sebagai Pasar dan Terminal Agribisnis yang diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Sejak saat itu, para pemilik sah tanah tidak pernah menerima ganti rugi. Pemerintah desa terus mengelola dan memanfaatkan pasar tersebut bersama Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten Malang.
Pendapatan dari hasil pengelolaan dibagi secara internal tanpa melibatkan para pemilik lahan. Keberadaan SHM dan AJB selama ini diabaikan tanpa proses hukum yang membatalkannya.
Pimpinan sidang RDP merekomendasikan dilakukan verifikasi lapangan untuk menelusuri kebenaran. Hasilnya memperjelas bahwa klaim warga tidak keliru.
“Bukti koordinat sudah bicara. Saatnya pemerintah memberikan kepastian hukum,” tegas Redam Guruh, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Malang.
Meskipun hasil ini sempat diperdebatkan oleh Kepala Desa Ngroto, otoritas hukum pertanahan tetap mengakui keabsahan dokumen pemohon. SHM dan AJB adalah produk resmi negara yang tidak bisa diabaikan selama belum dibatalkan melalui putusan pengadilan. Hal ini menjadi dasar kuat bagi Pemerintah Kabupaten Malang untuk segera menyelesaikan sengketa tersebut secara adil.
Para pemohon berharap agar pemerintah segera memberikan kompensasi yang layak atas penggunaan lahan mereka selama ini. Sengketa ini bukan hanya soal tanah, tetapi menyangkut perlindungan hukum dan hak atas kepemilikan yang sah.
“Kami menunggu keberanian pemerintah untuk mengakui kesalahan dan menegakkan keadilan,” kata salah satu warga yang menjadi pemohon.
Kini semua mata tertuju pada Komisi I DPRD Kabupaten Malang yang telah memfasilitasi penyelesaian konflik ini. Anggota dari fraksi PDI Perjuangan, PKS, PKB, dan Golkar turut hadir dalam proses RDP dan pemeriksaan lapangan. Publik berharap proses ini berujung pada keputusan yang adil, transparan, dan berpihak pada kebenaran.



















