Sudutkota.id – Di tengah lanskap pegunungan Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, yang hijau, Bendungan Selorejo mulai menapaki babak baru. Tak lagi hanya menjadi ruang rekreasi bagi wisatawan keluarga, kawasan yang dikelola Perum Jasa Tirta I (PJT I) itu kini disiapkan menjadi poros sport tourism wisata olahraga berbasis alam yang berpotensi mengubah wajah ekonomi dan identitas pariwisata Malang Raya.
Transformasi itu tidak muncul tiba-tiba. Ia lahir dari kesadaran intelektual bahwa pariwisata modern tidak bisa berhenti pada keindahan visual semata, melainkan harus memberi nilai tambah sosial, ekonomi dan edukatif.
Direktur Operasional PJT I, Milfan Rantawi, menyebutnya sebagai bentuk repositioning destinasi, menjadikan Selorejo bukan sekadar tempat berkunjung, tetapi arena berprestasi dan berdaya hidup.
“Kami ingin memantaskan diri sebagai kawasan sport tourism berkelas dunia. Karena itu, Selorejo akan kami arahkan menjadi pusat olahraga air yang kompleks seperti renang, sepeda, lari, dan lainnya. Semuanya bisa terintegrasi dalam satu lokasi,” ujar Milfan, Selasa (21/10/2025).
Pernyataan Milfan bukan sekadar jargon. Ia mewakili paradigma baru dalam tata kelola pariwisata, sport tourism sebagai strategi revitalisasi sosial ekonomi. Selorejo, dengan kekayaan air dan kontur alamnya yang dinamis, dipandang sebagai laboratorium ideal bagi model ini.
PJT I kini tengah menyiapkan sejumlah aktivitas yang melampaui sekadar hiburan. Stand up paddle dan kayak menjadi pembuka jalan. Aktivitas air yang mengasah keseimbangan dan ketenangan ini menjadi simbol dari arah baru wisata Selorejo di mana adrenalin dan keindahan berpadu.
“Try Out Loud, itu salah satu bentuk yang kami siapkan, semacam triathlon yang memadukan renang setengah kilometer, bersepeda 8–10 kilometer, dan berlari menyusuri kontur perbukitan Selorejo. Ini event yang tidak hanya menguji fisik, tetapi juga memperkenalkan wajah baru Selorejo kepada dunia,” terang Milfan.
Namun, pengembangan Selorejo tidak berhenti pada level olahraga. Di balik dinamika itu, ada gagasan intelektual yang lebih besar yaitu menghidupkan ekonomi rakyat melalui sport tourism.
“Kami ingin yang tumbuh bukan hanya kawasan wisata, tapi juga masyarakatnya. UMKM harus ikut hidup,” tegas Milfan.
Dalam bayangan strategisnya, setiap penyelenggaraan event nasional dan internasional akan menjadi sumber ekonomi baru bagi warga sekitar. Ratusan pedagang, pengrajin, hingga penyedia akomodasi lokal akan mendapat limpahan manfaat dari meningkatnya arus wisatawan.
Milfan memproyeksikan, dalam satu event besar saja, Selorejo bisa menyerap hingga seribu peserta dan wisatawan. Tidak semuanya harus menginap di vila, sebagian justru bisa menikmati konsep camping sport yang kini menjadi tren global.
“Kami sedang menata kawasan agar lebih siap. Kolam renang berstandar internasional, jalur sepeda dan lari yang representatif, hingga fasilitas tenda yang nyaman. Semua kami siapkan untuk mendukung konsep wisata olahraga yang modern dan inklusif,” jelasnya.
Dalam terminologi bisnis, Milfan menyebut strategi ini sebagai self preparation for global recognition atau memantaskan diri sebelum tampil di panggung dunia. Artinya, PJT I tidak ingin terburu-buru menciptakan event besar tanpa kesiapan infrastruktur dan ekosistem pendukung.
“Kalau kami belum pantas, bagaimana mungkin bisa jadi tuan rumah ajang internasional? Karena itu, kami benahi dulu semuanya fasilitas, jalur, hingga pelayanan. Kami ingin Selorejo bukan hanya indah, tapi layak dan kompetitif,” tegasnya.
Proses tersebut bukan sekadar pembangunan fisik, melainkan juga pembangunan citra dan nilai. Selorejo diarahkan menjadi contoh destinasi yang menyeimbangkan antara rekreasi dan prestasi, antara kesenangan dan keberlanjutan.
Menariknya, PJT I tidak menutup diri. Pintu kolaborasi dibuka lebar-lebar bagi investor, komunitas, hingga media massa. Semua diajak berperan dalam ekosistem wisata baru ini.
“Kami mencari partner yang tepat. Ada lahan, ada potensi, tinggal bagaimana kita bekerja sama. Prinsipnya, kita tumbuh bersama,” tutur Milfan.
Ia bahkan sudah menjajaki komunikasi awal dengan organisasi olahraga triathlon di Jawa Timur. Ambisinya jelas, menjadikan Selorejo sebagai Pusat Pelatihan Daerah (Puslatda), bahkan Pusat Pelatihan Nasional (Puslatnas), untuk cabang olahraga air dan endurance.
PJT I juga tidak menutup kemungkinan menjadikan Selorejo sebagai lokasi pelatihan kreator konten sport tourism, mengingat tren digitalisasi yang kian kuat.
“Dengan demikian, Selorejo bukan hanya panggung olahraga, tapi juga ruang ekspresi kreatif dan edukatif,” katanya.
Kini, Bendungan Selorejo bukan sekadar ruang indah untuk berswafoto. Ia sedang menyiapkan diri menjadi laboratorium sosial ekonomi baru, tempat di mana alam, olahraga, dan kebudayaan bertemu.
Harga tiket masuk yang tetap terjangkau Rp13.000 di hari biasa dan Rp20.000 di akhir pekan membuktikan bahwa modernisasi tidak harus menyingkirkan aksesibilitas publik. Sementara itu, keberadaan cottage dan villa estetik dengan panorama langsung ke danau menjadi simbol keseimbangan antara tradisi dan modernitas.
“Sport tourism ini bukan hanya proyek wisata. Ia adalah proses peradaban bagaimana masyarakat belajar tumbuh bersama alam dan ekonomi,” tutup Milfan.