Sudutkota.id – Pengamat militer dan politik dari Universitas Nasional (UNAS), Selamat Ginting, menyebut bahwa persoalan korupsi di Indonesia sudah mencapai tahap yang mengkhawatirkan dan mengancam kedaulatan negara.
Dalam diskusi politik di kanal YouTube Hersubeno Point pada Senin (2/6/2025), ia menyatakan bahwa korupsi telah melibatkan banyak tokoh elite dan bahkan menyeret nama-nama dari kalangan militer berpangkat tinggi, politisi, hingga pejabat kementerian.
“Kalau sudah melibatkan jenderal, elite nasional, dan menteri aktif, ini bukan lagi soal hukum biasa. Ini sudah seperti separatisme,” ujar Ginting.
Menurutnya, dampak dari praktik korupsi yang meluas bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga membuat publik takut, frustrasi, dan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah pusat.
Ia menilai kondisi ini dapat memicu perpecahan dalam masyarakat, di mana kelompok-kelompok tertentu merasa tidak lagi memiliki keterikatan dengan negara. “Bisa saja nanti muncul daerah-daerah yang ingin memisahkan diri, atau merasa tidak perlu lagi taat pada pemerintah pusat karena merasa dikhianati oleh elite-elite yang korup,” lanjutnya.
Dalam konteks itu, Ginting menyarankan agar pemerintah mengambil langkah-langkah luar biasa dan ekstrem untuk menyelamatkan negara dari apa yang ia sebut sebagai “gurita korupsi.” Salah satu langkah tersebut adalah melibatkan institusi militer, khususnya TNI, dalam kerja sama dengan Kejaksaan dan Polri untuk memperkuat penegakan hukum.
Ia menyoroti keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2025 yang memberikan ruang kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk mengambil peran dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, Perpres Nomor 66 Tahun 2005 juga menjadi dasar penting dalam membangun koordinasi dengan Badan Intelijen Strategis TNI dalam menangani kejahatan luar biasa ini.
“Kita harus jujur, Kejaksaan Agung saat ini menjadi garda terdepan dalam mengungkap banyak kasus besar, dan mereka tidak bisa sendirian. Kalau lawan kita adalah jaringan elite, maka perlu kekuatan strategis negara seperti TNI untuk melindungi dan menopang kerja kejaksaan,” katanya.
Selamat Ginting juga mengusulkan agar reformasi hukum dilakukan secara menyeluruh, termasuk perlindungan terhadap jaksa yang menangani kasus besar serta pemberantasan terhadap jaringan kejahatan yang berlindung di balik lembaga-lembaga formal maupun ormas.
“Kalau perlu, organisasi-organisasi kejahatan yang berkedok ormas atau asosiasi harus dibongkar. Jangan sampai mereka justru jadi perisai korupsi,” tegasnya.
Di bagian akhir diskusi, Ginting menyinggung dinamika politik pasca Pemilu 2024 yang dinilainya akan sangat menentukan keberhasilan upaya pemberantasan korupsi. Ia menyebut sinyal politik dari pertemuan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto sebagai penanda pentingnya konsolidasi politik besar di tengah krisis kepercayaan publik.
“PDIP sebagai partai pemenang pemilu dan Gerindra sebagai pengusung presiden terpilih, kalau sepakat, maka proses pembersihan bisa lebih kuat. Tapi kita harus pastikan bahwa kesepakatan itu bukan untuk saling melindungi, melainkan untuk membersihkan,” ujarnya.
Menurut Ginting, dukungan partai-partai besar di DPR sangat menentukan, karena banyak kebijakan hukum dan anggaran pemberantasan korupsi bergantung pada parlemen. Ia berharap agar elite politik tidak hanya memikirkan kekuasaan, tetapi juga keselamatan bangsa.
“Negara ini sedang darurat. Butuh keberanian, butuh kekuatan, dan butuh kejujuran untuk membersihkan sistem dari dalam,” tutupnya. (mit/fif)