Daerah

Sarasehan Darurat Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak AK Indonesia

41
×

Sarasehan Darurat Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak AK Indonesia

Share this article
Memperingati Hari Kartini, Yayasan Arek Kepanjen (AK) Indonesia berkolaborasi dengan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Malang, menggelar sarasehan bertajuk 'Darurat Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak'.
Para narasumber Sarasehan Darurat Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak, yang diselenggarakan AK Indonesia berkolaborasi ISNU Kabupaten Malang.(foto:sudutkota.id/pus)

Sudutkota.id – Memperingati Hari Kartini, Yayasan Arek Kepanjen (AK) Indonesia berkolaborasi dengan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Kabupaten Malang, menggelar sarasehan bertajuk ‘Darurat Hukum Perlindungan Perempuan dan Anak’.

Acara yang digelar di Pesantren Rakyat Al-Amin, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Senin (21/4/2025), menghadirkan sejumlah narasumber. Diantaranya, dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Malang, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Malang dan praktisi aktivis perempuan, Khoirun Nisa’ula SPd.

Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 150 orang perserta. Diantaranya dari Muslimat NU, Fatayat NU, IPPNU, tenaga pengajar, siswi SMP dan SMA, santri pondok pesantren, dan masyarakat umum. Acara juga dimeriahkan kesenian gamelan dan pembacaan puisi dari santri Pesantren Rakyat.

Pimpinan Yayasan Pesantren Rakyat Al-Amin, KH Abdullah Sam dalam sambutannya menyampaikan, kondisi kekerasan, kejahatan seksual dan perzinahan di Indonesia sangat miris.

Sebagai aktivis gender, KH Abdullah Sam juga menyoroti terkait gerakan feminis yang sangat ekstrem di luar negeri.

“Saat ini, banyak perempuan yang tidak mau nikah dan hamil. Karena mereka menganggap kehamilan dianggap kejahatan yang dilakukan laki-laki,” ujar KH Abdullah Sam.

Sementara yang diperjuangan oleh RA Kartini adalah kesetaraan. Yakni bagaimana perempuan memiliki kedudukan yang sama sampai muncul habislah gelap terbitlah terang. Sehingga perempuan boleh sekolah dan punya kedudukan yang sama dengan laki-laki.

Dalam sarasehan ini dia berharap tidak hanya membahas soal bagaimana menanggapi kekerasan dalam rumah tangga atau bullying. Tetapi juga bicara soal perzinahan.

“Karena perzinahan itu termasuk dosa besar nomor dua,” tandas KH Abdullah Sam.

Dia menambahkan, agar dalam pembahasan bisa fokus bagaimana membuat kebijakan maupun batasan-batasan dan eksekusi terkait perzinahan. Termasuk mencari solusi untuk meminimalisir praktik perzinahan.

Ditempat yang sama, Pembina Yayasan AK Indonesia, Achmad Hussairi mengatakan, kegiatan ini digelar dalam rangka memperingati Hari Kartini. Sekaligus sebagai agenda program kerja Bidang Hukum Yayasan AK Indonesia.

Terkait pemilihan tema sarasehan, menurut pria yang akrab disapa Hussairi ini, sebagai bentuk keprihatinan dengan masih banyaknya kasus-kasus hukum dengan korban perempuan dan anak.

“Hingga saat ini, bisa kita lihat bersama masih marak kasus-kasus hukum dengan korban kaum perempuan. Baik dewasa maupun anak-anak. Entah itu, soal kekerasan dalam rumah tangga hingga kejahatan seksual,” ujar Hussairi, Senin (21/4/2025).

Dengan diadakannya sarasehan ini, lanjutnya, diharapkan akan menambah pengetahuan sekaligus kesadaran dari peserta maupun masyarakat pada umumnya, terkait persoalan-persoalan hukum yang berkaitan dengan perlindungan perempuan dan anak.

Memasuki sesi sarasehan, Narasumber pertama dari UPPA Satreskrim Polres Malang yang diwakili, Bripda Pramadita, Brigpol Silvi, Brigpol Rendi banyak menerangkan terkait jenis-jenis kekerasan yang masuk pada ranah pelanggaran hukum.

“Ada lima kekerasan yang masuk dalam ranah UPPA. Yakni, kekerasan fisik, psikis, penelantaran, seksual dan kekerasan ekonomi,” terang Brigpol Silvie.

Pada kesempatan ini, pihak UPPA juga mengungkapkan, jika kasus yang paling banyak ditangani masih seputar kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Pihak UPPA juga menyampaikan terkait pencegahan dan prosedur pelaporan, jika mengalami kekerasan. Jika korban masuk kategori di bawah umur, maka wajib didampingi oleh orang tua.

Sebagai narasumber kedua, dari DPPPA Kabupaten Malang, yang diwakili Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak, RR Sari Ratih Mala Dewi, SE, menyampaikan, institusinya lebih banyak bergerak terkait pencegahan dan pendampingan.

Diantaranya dengan program pondok pesantren ramah anak, membentuk Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak mulai di tingkat pemerintah daerah, kecamatan hingga ke tingkatan desa.

Lembaga-lembaga tersebut akan mendapat Surat Keputusan (SK) dari DPPPA sebagai gugus tugas. Tak cuma itu, DPPPA juga menggalakan membentuk forum anak dan rumah-rumah curhat. Hal ini dilakukan, lanjut Ratih, karena negara menjamin hak-hak anak.

Pada kesempatan ini, DPPPA Kabupaten Malang mengajak kepada peserta yang hadir untuk menjaga diri masing-masing. Termasuk bisa menjadi pelopor dan pelapor.

“Jadi pelopor sebagai agen untuk menularkan hal-hal kebaikan dan berani menjadi pelapor jika mengetahui hal-hal yang melanggar hukum,” ujar Ratih.

Ratih juga mengimbau kepada peserta dan masyarakat untuk tidak melakukan pernikahan di usia dini. Karena hal tersebut dilarang oleh negara. Dan untuk di Kabupaten Malang, angka pernikahan dini tahun 2024 sudah turun cukup drastis.

“Untuk angka pernikahan di bawah umur tahun 2024 ini sebanyak 748 kasus. Angka ini sudah turun drastis jika dibanding tiga tahun sebelumnya. Yang mencapai hingga ribuan kasus,” terang Ratih.

Pada kesempatan ketiga, sebagai pembicara adalah praktisi sekaligus Aktivis Perempuan, Choirun Nisa’ula. Dia lebih banyak menyorot soal maraknya kasus-kasus perzinahan yang terjadi berdasar hasil riset. Yang prosentase angkanya masih cukup tinggi.

Ia juga menyampaikan bahaya tentang pergaulan bebas. Oleh sebab itu, ia mengajak audien yang sebagian besar siswa sekolah itu, harus bisa menjaga diri.

“Karena tubuh wanita itu berharga, oleh sebab itu kita harus punya cita-cita yang besar. Perzinahan itu, merusak masa depan, menghancurkan kepercayaan keluarga dan dapat menyebabkan penyakit,” papar Nisa.

Nisa juga membahas tentang dampak sosial yang akan ditanggung jika melakukan pergaulan bebas. Diantaranya, anak hasil perzinahan secara hukum tidak sah, belum lagi bagi si perempuan akan kehilangan harga diri, diskriminasi dari lingkungan/dikucilkan hingga bisa terjerat masalah hukum.

Oleh sebab itu, lanjut dia, terutama untuk perempuan bisa menjaga diri, menjaga pergaulan, termasuk menghindari berduaan dengan lawan jenis, fokus pada pendidikan, harus punya impian atau cita-cita yang tinggi dan lebih taat beribadah.

Di akhir sarasehan, dilakukan sesi tanya jawab. Sejumlah pertanyaan diajukan kepada para narasumber oleh peserta sarasehan. Termasuk ada peserta yang sharing terkait persoalan pendidikan anak. Terutama tentang penggunaan media sosial.(pus)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *