Sudutkota.id – Keberadaan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Wikarta Mandala di Desa Pandesari , Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, kini menjadi sorotan nasional. Selain legalitas operasional yang dipertanyakan, fasilitas ini juga terseret dalam dugaan sengketa kepemilikan lahan dan bangunan sejak awal berdiri.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, lahan dan bangunan RSJ ini dulunya milik dr. Suyono. Kemudian, hak kepemilikan diduga pernah dialihkan kepada pihak yayasan yang kini mengelola RSJ Wikarta Mandala.
Namun, proses peralihan hak tersebut dipersoalkan oleh sejumlah pihak yang meragukan keabsahan ahli waris dan status hukum yayasan. Sengketa ini disebut sudah berlangsung lama, bahkan sebelum fasilitas tersebut beroperasi melayani pasien orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Meski status kepemilikannya masih diperdebatkan, RSJ Wikarta Mandala telah beroperasi selama bertahun-tahun di lokasi strategis, tepat di pinggir jalan provinsi dengan luas lahan yang mencapai hektare. Di papan namanya tertulis jelas “Rumah Sakit Jiwa Wikarta Mandala”, meski belakangan muncul pernyataan pejabat yang justru meragukan fungsi medisnya.
Polemik memuncak ketika tim gabungan Pemkab Malang yang terdiri dari Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan Satpol PP melakukan investigasi tertutup pada Senin (11/8/2025). Tim ini dipimpin langsung Kepala Dinas Kesehatan dan Kepala Dinas Sosial, namun pemeriksaan berlangsung tanpa akses bagi wartawan maupun pihak luar.
Haitsman Nuril Brantas Anarki, S.H., yang memantau langsung situasi di lapangan, mengkritik keras perbedaan pernyataan dari kedua dinas tersebut.
“Kadinsos pernah menyebut ini bukan rumah sakit, bukan tempat rehabilitasi, hanya mungkin penampungan. Sementara Kadinkes menegaskan ini tempat singgah. Padahal papan nama besar di depan jelas tertulis ‘Rumah Sakit Jiwa Wikarta Mandala’,” ujarnya.
Menurutnya, perbedaan pandangan ini membingungkan publik dan berpotensi menutupi persoalan sebenarnya. Ia juga mempertanyakan apakah fasilitas ini memiliki izin resmi untuk menampung ODGJ, memberikan perawatan medis, rehabilitasi, atau pemberian obat.
“Kalau tidak punya kapasitas atau kewenangan, jelas ini pelanggaran. Negara wajib hadir melindungi hak ODGJ,” tegasnya.
Haitsman menambahkan, fasilitas ini disebut menampung 8–9 pasien, meski data resmi belum dipublikasikan. Ia menyoroti tertutupnya akses informasi terkait jumlah pasien, metode perawatan, dan sumber obat-obatan.
“Jangan sampai pasien hanya diberi makan dan obat seadanya tanpa standar medis. Orang sehat saja butuh fasilitas layak, apalagi mereka yang memerlukan penanganan khusus,” katanya.
Ia pun mengkritisi pernyataan pejabat yang mengaku baru mengetahui keberadaan RSJ ini setelah pemberitaan media.
“Bangunan besar ini berdiri di pinggir jalan provinsi, luasnya berhektare. Bagaimana mungkin tidak tahu? Kalau benar tidak tahu, itu menunjukkan rendahnya kepedulian,” ucapnya.
Haitsman mendesak Pemkab Malang segera mengambil langkah tegas.
“Ini bukan sekadar sengketa tanah atau persoalan izin. Ini soal kemanusiaan. Pasien di sana berhak mendapatkan perawatan yang layak. Pemerintah harus memastikan status hukum fasilitas ini jelas dan operasionalnya sesuai aturan,” pungkasnya.(mit)




















