Pemerintahan

Revisi Perda Pajak Kabupaten Malang Ungkap Celah Kebocoran PAD, Pansus DPRD Dorong Penguatan Pengawasan 2026

5
×

Revisi Perda Pajak Kabupaten Malang Ungkap Celah Kebocoran PAD, Pansus DPRD Dorong Penguatan Pengawasan 2026

Share this article
Revisi Perda Pajak Kabupaten Malang Ungkap Celah Kebocoran PAD, Pansus DPRD Dorong Penguatan Pengawasan 2026
Ketua Pansus Pajak dan Retribusi Daerah DPRD Kabupaten Malang, Zulham Akhmad Mubarrok.(foto:sudutkota.id/ist.)

Sudutkota.id – Upaya Pemerintah Kabupaten Malang menyesuaikan aturan pajak daerah dengan kebijakan nasional justru membuka temuan mengejutkan.

Panitia Khusus (Pansus) Pajak dan Retribusi Daerah DPRD Kabupaten Malang mengidentifikasi sejumlah celah kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) yang selama ini tidak tertangani akibat lemahnya regulasi turunan serta pengawasan di lapangan.

Temuan tersebut disampaikan dalam rapat kerja pembahasan Rancangan Perubahan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, yang digelar di ruang Paripurna DPRD Kabupaten Malang, Selasa (18/11/2025).

Rapat ini menjadi bagian dari proses revisi Perda 2025, yang menyesuaikan banyak nomenklatur dan kebijakan baru dari pemerintah pusat.

Ketua Pansus, Zulham Akhmad Mubarrok, menjelaskan bahwa revisi tersebut bukan sekadar penyesuaian istilah seperti perubahan IMB menjadi PBG, tetapi juga penataan kembali struktur pendapatan daerah. Namun, selama proses evaluasi, Pansus menemukan indikasi kuat bahwa kebocoran PAD terjadi dalam skala besar.

Salah satu temuan terbesar berada pada sektor Penerangan Jalan Umum (PJU). Dari hasil uji petik, terungkap adanya sekitar 84 ribu titik PJU tanpa meteran, yang menyebabkan pembayaran listrik dilakukan secara taksasi — praktik yang berpotensi menimbulkan pembengkakan biaya lantaran tidak berdasarkan pemakaian riil.

“Selama ini pembayaran masih memperkirakan pemakaian, bukan data aktual. Dengan pembenahan sistem, efisiensi besar seharusnya bisa dicapai,” ujar Zulham.

Temuan lain muncul dari lemahnya implementasi Perda karena ketiadaan Peraturan Bupati (Perbup) sebagai aturan teknis. Akibatnya, Satpol PP tidak memiliki dasar hukum kuat untuk melakukan penindakan pelanggaran, termasuk pada sektor reklame. Seluruh reklame di Kabupaten Malang disebut tidak memenuhi ketentuan PBG.

“Ini membuat pendapatan dari sektor-sektor tertentu tidak optimal selama bertahun-tahun,” tambahnya.

Pansus menilai penguatan PAD krusial karena pemerintah pusat berencana memangkas Transfer ke Daerah (TKD) hingga Rp 644 Miliar pada 2026. Optimalisasi pemasukan lokal menjadi kunci untuk menjaga stabilitas fiskal daerah. Saat ini tiga sektor menjadi penyokong terbesar PAD: PBB, pajak listrik, dan pajak pelayanan kesehatan di puskesmas.

Dalam revisi Perda, salah satu perubahan penting adalah penyesuaian batas omzet minimum bagi pedagang makanan dan minuman yang dikenakan pajak. Jika sebelumnya wajib pajak diberlakukan bagi pelaku usaha beromzet mulai Rp 3 Juta per bulan, kini batas tersebut dinaikkan menjadi Rp 6 Juta.

“Ini agar kebijakan pajak lebih ramah bagi pelaku usaha mikro. Di satu sisi, penegakan aturan juga akan diperkuat sehingga pendataan dapat dilakukan secara lebih adil,” jelas Zulham.

Selain itu, Pansus juga menyoroti rendahnya pengawasan terhadap pajak minuman beralkohol dan sejumlah objek pajak lain. Menurut Zulham, banyak potensi penerimaan hilang karena lemahnya kontrol lapangan serta inkonsistensi penegakan regulasi.

“Dari revisi Perda ini kami menemukan akar permasalahannya: pengawasan lemah, penindakan tidak berjalan, dan data objek pajak tidak akurat. Tahun 2026 harus menjadi momentum pembenahan besar-besaran,” tegasnya.

Pansus berkomitmen merumuskan solusi bersama eksekutif agar optimalisasi PAD dapat tercapai tanpa membebani masyarakat kecil, sekaligus memastikan penerapan Perda berjalan efektif sebagai landasan peningkatan pendapatan daerah di tahun-tahun mendatang.(ADV)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *