Sudutkota.id – Komisi II DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik terkait pengelolaan dan pengawasan dana transfer pusat ke daerah pada Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026. Agenda ini berlangsung di Ruang Sidang Balai Kota Malang, Jumat (22/8/2025), dihadiri Wali Kota Malang, jajaran OPD, dan pejabat terkait.
Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khonzin, menekankan bahwa dana transfer dari pusat harus diarahkan ke program yang memberi dampak langsung kepada masyarakat, terutama yang menjadi prioritas pemerintah kota. Ia menegaskan bahwa pengawasan DPR RI bertujuan memastikan setiap kebijakan fiskal berjalan transparan dan tepat sasaran.
“Distribusi anggaran harus jelas, terutama ke pos program yang memberi dampak langsung ke masyarakat. Publik masih ingat beberapa waktu lalu muncul kondisi yang memicu kontroversi. Kita tidak ingin hal itu menjadi preseden yang merembet ke daerah lain. Karena itu, kami minta kepada Wali Kota Malang agar setiap kebijakan yang akan diluncurkan dimitigasi terlebih dahulu, jangan sampai diterapkan baru muncul pro-kontra di masyarakat,” ujar Khonzin.
Khonzin juga memuji kinerja fiskal Kota Malang. Dari total kebutuhan APBD sekitar Rp2 triliun, dana transfer pusat yang diterima pada tahun 2025 mencapai Rp 1,3 Triliun, atau hampir 50 persen dari total kebutuhan.
“Ini termasuk tinggi dibanding daerah lain, yang ada di angka 10–15 persen. Jika bicara filosofi otonomi daerah, kemandirian fiskal menjadi kunci agar daerah bisa menjalankan programnya tanpa bergantung penuh pada pusat,” jelasnya.
Selain itu, Khonzin menyoroti persoalan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), khususnya terkait penerapan tarif single rate di beberapa daerah. Ia menilai sistem tersebut bisa menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat miskin dan pedagang kecil, karena kenaikan pajak bisa mencapai 100 persen. Menurutnya, sistem multi-tarif yang menyesuaikan kemampuan masyarakat lebih mendekati prinsip keadilan sosial.
“Dulu dasarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, yang memberi kelonggaran rasio dari 0,3 menjadi 0,5, lalu dipertegas melalui PP 35. Tapi di praktiknya, masih ada perlakuan berbeda antar daerah. Kita dapat pemahaman dari Kepala Bapenda Malang bahwa multi-tarif lebih adil karena ada kategorisasi masyarakat. Minggu depan kami akan rapat dengan Kemendagri, gubernur, bupati, dan wali kota seluruh Indonesia untuk membahas ini lebih rinci,” jelas Khonzin.
Sementara itu, Wali Kota Malang, Dr. Ir. Wahyu Hidayat, menegaskan komitmen Pemkot Malang dalam melakukan relokasi anggaran agar lebih berdampak. Ia menyebut pos anggaran untuk kegiatan seremonial atau rapat akan dibatasi, lalu dialihkan ke program strategis seperti makan bergizi gratis, sekolah rakyat, dan koperasi Merah Putih.
“Filosofi pemerintahan Presiden Prabowo ingin mendorong perputaran roda perekonomian dari bawah ke atas maupun dari atas ke bawah. Anggaran harus dirasakan masyarakat secara langsung,” jelas Wahyu.
Wahyu menambahkan, Kota Malang memiliki program penyusunan database dan perencanaan pembangunan yang dinilai sebagai salah satu terbaik di Indonesia. Hal ini bisa menjadi model alternatif untuk memperkuat tata kelola daerah lain.
Kunjungan kerja ini diharapkan memperkuat pengawasan DPR RI, memastikan pengelolaan dana transfer pusat lebih efektif, dan mendorong program-program strategis yang memberi manfaat langsung bagi masyarakat, sekaligus meminimalkan risiko kebijakan yang menimbulkan kontroversi di tingkat daerah.(mit)