Sudutkota.id – Baru-baru ini, efek samping dari vaksin Covid-19 AstraZeneca ramai diperbincangkan dan juga ramai diberitakan oleh media Inggris maupun media mainstream nasional. Efek samping dari vaksin ini disebut dapat menimbulkan pembekuan darah dan jumlah trombosit yang rendah.
Menanggapi hal tersebut, Pemkot Batu melalui Dinkes pun angkat bicara. Koordinator Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Batu dr. Susana Indahwati mengatakan, bahwa berdasarkan penjelasan publik nomor HM.01.1.2.05.24.35 pada 5 Mei 2024 tentang pemantauan jangka panjang keamanan vaksin Covid-19 AstraZeneca memang benar adanya. Namun, kata Susana, kasusnya sangat langka atau ‘very rare’.
“Keamanan vaksin Covid-19 AstraZneca terkait kejadian trombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) atau pembekuan darah yang diberitakan oleh media Inggris dan beberapa media nasional, telah dimonitor oleh BPOM dalam pemantauan Post Authorization Safety Study (PASS),” ungkapnya, Kamis (9/5/2024).
Pasalnya, industri farmasi pemegang Emergency Use Authorization (EUA) wajib melaksanakan PASS dan menyampaikan laporan kepada BPOM mengingat pada 22 Februari 2021 dan lebih dari 73 juta dosisnya telah digunakan dalam program vaksinasi di Indonesia.
Pemantauan keamanan vaksin di Indonesia juga dilakukan oleh Kementerian Kesehatan bersama dengan Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KOMNAS PP KIPI).
Pemantauan ini termasuk pelaksanaan surveilans aktif terhadap Kejadian Ikutan dengan Perhatian Khusus (KIPK) pada program vaksinasi Covid-19 selama periode Maret 2021–Juli 2022 pada 14 rumah sakit sentinel (lokasi pelaksanaan surveilan aktif) di tujuh provinsi di Indonesia.
“Hasil kajiannya memang ada namun sangat jarang yakni terdapat satu kasus dalam 10 ribu kejadian. Apalagi hingga April 2024 tidak terdapat laporan kejadian terkait keamanan termasuk kejadian TTS di Indonesia yang berhubungan dengan vaksin Covid-19 AstraZneca,” imbuhnya.
Lebih lanjut, kejadian TTS yang sangat jarang tersebut terjadi pada periode 4 sampai dengan 42 hari setelah pemberian dosis vaksin Covid-19 AstraZneca. Sehingga apabila terjadi di luar periode tersebut, maka kejadian TTS tidak terkait dengan penggunaan vaksin tersebut.
“Jadi ketika mengalami peristiwa TTS maka bisa langsung pergi ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. Tanyakan peristiwa tersebut pada ahlinya karena apabila hanya mendengarkan isu yang belum jelas dan ikut menyebarkan maka berpotensi menjadi hoaks,” jelasnya.
Ia juga mengatakan, peristiwa sakit meriang dan demam pada masyarakat yang saat ini banyak terjadi juga tidak ada kaitannya dengan efek vaksin Covid-19 AstraZneca,” pungkasnya.
Untuk diketahui, AstraZeneca, merupakan perusahaan farmasi yang memproduksi vaksin Covid-19 dengan merek Covishield. Dilansir dari CNBC Indonesia, bahwa pihak AstraZeneca, mengakui produknya itu dapat menyebabkan efek samping langka.
Adapun efek samping yang dapat ditimbulkan termasuk pembekuan darah dan jumlah trombosit yang rendah.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengonfirmasi bahwa Covishield dapat menimbulkan efek samping yang mengancam jiwa.
“Efek samping sangat langka yang disebut Sindrom Trombosis dengan Trombositopenia, melibatkan kejadian pembekuan darah yang tidak biasa dan parah terkait dengan jumlah trombosit rendah, telah dilaporkan setelah vaksinasi dengan vaksin ini,” ungkap WHO, seperti dikutip media ini. (Dn)