Hukum

Pemeriksaan Saksi Ahli dalam Sidang TPPO Herminaningrum di PN Malang: Sorotan Tajam pada Izin OSS dan Kewenangan Hukum

148
×

Pemeriksaan Saksi Ahli dalam Sidang TPPO Herminaningrum di PN Malang: Sorotan Tajam pada Izin OSS dan Kewenangan Hukum

Share this article
Pemeriksaan Saksi Ahli dalam Sidang TPPO Herminaningrum di PN Malang: Sorotan Tajam pada Izin OSS dan Kewenangan Hukum
Kuasa Hukum, Amri, SH, bersama para terdakwa di sidang TPPO di PN Kota Malang.(foto:istimewa)

Sudutkota.id – Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan terdakwa Herminaningrum alias Hermin Nani Rahayu, pada Senin siang (21/7/2025).

Bertempat di ruang sidang Garuda, sidang kali ini difokuskan pada pemeriksaan dua orang saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hariyanto, SH.

Dalam keterangannya, Hariyanto menjelaskan bahwa dua ahli yang dihadirkan berasal dari Kementerian Ketenagakerjaan RI, masing-masing bernama Titis dan Ridho.

“Mereka memberikan keterangan yang memperkuat dakwaan kami, terutama dalam hal perizinan operasional yang menjadi fokus utama dalam perkara ini,” ujar Hariyanto.

Selain itu, JPU juga menjelaskan bahwa saksi Hermin Jomin yang seharusnya dihadirkan, berhalangan karena sedang dirawat di rumah sakit. Sebagai gantinya, surat keterangan dari saksi tersebut dibacakan di hadapan majelis hakim.

Menurut JPU, inti kesaksian para ahli menegaskan bahwa izin cabang perusahaan, khususnya OSS (Online Single Submission), baru diterbitkan pada November 2024. Padahal aktivitas perekrutan sudah berjalan sebelumnya. Hal ini dinilai menjadi bagian dari pelanggaran prosedural oleh PT NSP cabang Malang, tempat terdakwa bekerja.

“Ahli juga menegaskan bahwa penerbitan izin OSS merupakan kewenangan DPMPTSP dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi, bukan langsung dari kementerian,” tegas Hariyanto.

Menurut JPU, waktu penyelesaian perkara ini makin terbatas karena mempertimbangkan masa penahanan terdakwa yang hampir habis.

Baca Juga :  Baby Sitter Penganiaya Anak Selebgram Malang Divonis 3,6 Tahun Penjara

“Dari pihak kami, saksi sudah cukup. Agenda sidang selanjutnya adalah menghadirkan saksi fakta dan ahli dari pihak kuasa hukum terdakwa,” ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Amri, SH, memberikan tanggapan yang cukup panjang dan rinci. Menurutnya, keterangan para ahli justru memperjelas bahwa terdakwa tidak melakukan pelanggaran hukum sebagaimana didakwakan.

“Dari sidang hari ini sudah jelas bahwa sistem penempatan pekerja migran Indonesia harus melalui SISKO PPMI yang dikelola oleh BP2MI. Dalam sistem ini, tidak mungkin terjadi penempatan secara perorangan. Hanya perusahaan resmi yang punya izin SIP P2MI yang bisa mengakses sistem,” tegas Amri.

Ia menjelaskan, terdakwa Hermin Nani Rahayu adalah staf marketing dari kantor pusat PT NSP yang ditugaskan di bagian Hongkong.

“Dia bukan penanggung jawab kantor cabang Malang. Dan semua aktivitas cabang adalah tanggung jawab penuh kantor pusat, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia,” tambahnya.

Menurut Amri, OSS yang disebut-sebut dalam dakwaan baru terbit pada November 2024. Namun, izin operasional dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi sudah dikeluarkan sejak Februari 2024. Maka, proses perekrutan yang berlangsung sebelumnya sudah memiliki dasar hukum yang cukup.

“Keterlambatan OSS tidak bisa dijadikan dasar pidana. Itu pelanggaran administratif. Sanksinya administratif, bukan pidana badan,” tegas Amri.

Ia bahkan menilai, kriminalisasi terhadap perusahaan resmi seperti PT NSP justru akan merugikan perlindungan PMI secara menyeluruh.

Baca Juga :  Tiga Emas di Hari Pertama! Lifter Putri Kota Malang Bersinar di Porprov Jatim 2025

Amri juga mengkritisi penggunaan dasar hukum dalam kasus ini. Ia mempertanyakan mengapa Peraturan Gubernur dijadikan landasan padahal yang berlaku dalam sistem penempatan PMI adalah Peraturan Menteri dan Undang-Undang.

“Kami akan hadirkan saksi ahli tata negara dan ahli administrasi negara dalam sidang berikutnya. Agar jelas mana yang lebih tinggi secara hukum: peraturan menteri atau peraturan gubernur,” tegasnya.

Ia menyebut bahwa OSS diatur dalam Peraturan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 yang baru berlaku sejak 9 Januari 2025. Sementara aktivitas PT NSP sudah berjalan sebelumnya dengan izin dari dinas provinsi.

“Jangan yang resmi dan terregistrasi malah dipidanakan, sementara yang ilegal ke Myanmar atau Kamboja dibiarkan. Ini soal keadilan bagi para pejuang devisa,” tambahnya.

Ia juga mengingatkan bahwa menghalangi keberangkatan PMI yang sudah lengkap dokumen bisa diancam pidana 5 tahun penjara dan denda hingga Rp. 1 Miliar.

Sidang ini menjadi salah satu perkara yang menyita perhatian karena berkaitan dengan perlindungan dan penempatan pekerja migran yang menyangkut banyak aspek: regulasi, perizinan, sistem teknologi pemerintah, serta interpretasi undang-undang.

Persidangan akan dilanjutkan minggu depan, dan publik menanti kejelasan hukum dalam kasus ini, apakah terdakwa akan dibebaskan atau dinyatakan bersalah atas dasar pelanggaran administratif yang dinilai tidak semestinya dikriminalisasi.(mit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *