Sudutkota.id – Pemerintah Kota Malang melalui Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) terus melakukan langkah strategis dalam menata ulang keberadaan koperasi di wilayahnya.
Dalam forum bersama dengan DPRD Kota Malang, Kepala Diskoperindag Kota Malang, Eko Sri Yulianto, memaparkan kondisi terbaru koperasi-koperasi di Kota Malang. Sekaligus menyampaikan arah kebijakan pembinaan dan pengawasan yang lebih sistematis dan terukur.
Menurut Eko, saat ini terdapat 680 koperasi yang terdaftar di Kota Malang. Namun, berdasarkan verifikasi dan evaluasi, lebih dari 300 koperasi sudah diajukan pencabutan izinnya karena tidak aktif atau tidak menjalankan kewajibannya sesuai ketentuan.
“Dari 680 koperasi yang terdaftar, sekitar 300 lebih kami ajukan pencabutan izinnya. Kami lihat tidak ada kegiatan rapat anggota tahunan, tidak jelas kelembagaannya, dan secara operasional juga tidak berjalan. Kalau ditemukan ada pelanggaran hukum, baik pidana maupun perdata, kami akan proses lebih lanjut. Pengadilan yang akan menentukan sanksinya,” terang Eko, di hadapan pimpinan dan anggota dewan.
Lebih lanjut, Eko menjelaskan bahwa keberadaan Dukobin atau Gerakan Koperasi di Kota Malang memiliki tiga peran utama, yakni menata kelembagaan koperasi, melakukan pemberdayaan koperasi berdasarkan potensi sektoral, serta menjalankan fungsi pengawasan yang konsisten dan berkelanjutan.
“Ke depan kami akan fokus pada tiga hal itu: kelembagaan, pemberdayaan, dan pengawasan. Kelembagaan mencakup SDM dan pemanfaatan IPTEK. Pemberdayaan disesuaikan dengan karakteristik koperasi masing-masing. Dan pengawasan dilakukan agar koperasi tetap berjalan sehat dan berkelanjutan,” jelasnya.
Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita mengapresiasi inisiatif Dinas Koperindag dan menyebutnya sebagai langkah awal yang penting dalam menghidupkan kembali semangat berkoperasi di tengah masyarakat.
“Saya sangat apresiasi langkah awal ini. Teman-teman koperasi sudah menunjukkan inisiatif, dan itu sangat positif. Dari data yang disampaikan Pak Kadis, dari 680 koperasi yang ada, tinggal 300-an yang bertahan. Ini harus menjadi cambuk bagi kita semua untuk menjaga yang tersisa dan membangun kembali yang sempat mati suri,” ujarnya.
Amithya juga menekankan pentingnya strategi maintenance terhadap koperasi yang masih aktif. Menurutnya, bukan hanya sekadar menjaga eksistensi, tetapi juga memastikan bahwa koperasi mampu berkembang dan mandiri secara kelembagaan dan ekonomi.
“Kita harus memastikan 300 koperasi yang masih aktif ini bisa bertahan dan bahkan tumbuh. Koperasi Merah Putih (KMP) misalnya, bisa jadi contoh. Kami di DPRD siap mendampingi dan mengawal agar koperasi-koperasi di Kota Malang bisa benar-benar hidup dan tidak hanya nama saja,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Amithya juga menyoroti pentingnya peran perempuan dalam dunia koperasi. Ia mencatat bahwa sebagian besar pelaku koperasi di Kota Malang saat ini justru didominasi oleh perempuan.
“Peran perempuan sangat dominan dalam koperasi, bahkan saya bisa katakan mayoritas. Tapi kita juga harus membangun keseimbangan gender, agar koperasi benar-benar bisa dikelola secara sehat dan profesional, tanpa melupakan prinsip inklusivitas,” katanya.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa tantangan utama koperasi saat ini bukan hanya soal jumlah atau legalitas, tapi juga pada aspek manajerial, peningkatan kapasitas SDM, dan akses terhadap pembiayaan serta pasar.
“Jangan sampai koperasi hanya lahir sebagai badan hukum, tapi tidak punya nyawa. Koperasi itu seperti anak, tidak bisa dilepas begitu saja. Harus didampingi terus, dimonitor, dievaluasi, dan diberi ruang untuk berkembang hingga benar-benar mandiri,” pungkasnya.
Dengan langkah pembenahan ini, Pemerintah Kota Malang bersama DPRD berkomitmen untuk menciptakan ekosistem koperasi yang sehat, modern, dan berpihak pada rakyat.
Harapannya, koperasi di Kota Malang dapat kembali menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat, sekaligus menjadi bagian penting dalam mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan yang inklusif dan berkelanjutan.(mit)