Religi

Pembakaran Ogoh-Ogoh Simbol Pembersihan dari Roh Jahat

29
×

Pembakaran Ogoh-Ogoh Simbol Pembersihan dari Roh Jahat

Share this article
Menjelang Hari Raya Nyepi, masyarakat Hindu di berbagai daerah menggelar tradisi pengerupukan. Salah satunya dengan pawai dan pembakaran ogoh-ogoh.
Ritual pembakaran ogoh-ogoh sebagai simbol pembersihan dari roh jahat.(foto:sudutkota.id/AD)

Sudutkota.id – Menjelang Hari Raya Nyepi, masyarakat Hindu di berbagai daerah menggelar tradisi pengerupukan. Salah satunya dengan pawai dan pembakaran ogoh-ogoh.

Ritual pembakaran ogoh-ogoh ini menjadi simbol pembersihan dari roh jahat sebelum memasuki Tahun Baru Saka 1947. Hal ini seperti disampaikan Ketua Parishada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Malang, I Made Wartana.

Wartana menjelaskan, puncak ritual ditandai dengan pembakaran ogoh-ogoh setelah pawai di seputar kawasan Rampal, sebagai simbol pemurnian energi negatif sebelum memasuki Hari Raya Nyepi.

Pembakaran ogoh-ogoh juga menjadi simbol pembakaran nafsu dan sifat buruk manusia. Agar kembali suci atau fitrah. Semua larangan yang di maksud memiliki makna secara lahir dan batin.

Upacara ini juga mencerminkan filosofi Tri Hita Karana. Yakni keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam.

Selain sebagai wujud syukur, Tawur Agung Kesanga menurutnya juga bertujuan untuk menetralisir energi negatif yang terkumpul selama setahun terakhir.

“Energi negatif ini disimbolkan dengan ogoh-ogoh, yang setelah diarak akan dibakar. Pembakaran ogoh-ogoh ini bukan sekadar ritual, tetapi sebagai lambang pembersihan agar kita bisa memasuki Nyepi dalam keadaan suci,” tambahnya.

Setelah melalui penyucian, umat Hindu melaksanakan Tawur Agung Kesanga sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Pencipta. Tawur itu berarti membayar, dalam arti bahwa selama hidup manusia menerima berbagai anugerah dari alam. Oleh sebab itu, saatnya manusia memberikan persembahan sebagai ungkapan terima kasih.

Setelah Tawur Agung Kesanga, umat Hindu akan menjalankan Catur Brata Penyepian, yakni empat pantangan selama 24 jam penuh. Larangan tersebut meliputi tidak menyalakan api (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan), tidak bekerja (amati karya), serta tidak menikmati hiburan (amati lelanguan).

“Kami berharap momen ini mengingatkan kita semua untuk lebih menjaga keseimbangan alam dan spiritualitas. Tema Nyepi tahun ini, Mandawa Sewa, mengajarkan kita untuk memberikan pelayanan kepada sesama sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan,” tuturnya.

Setelah sehari penuh dalam keheningan Nyepi, rangkaian perayaan akan ditutup dengan Ngembak Geni pada Minggu (30/3/2025), yang menjadi momen bagi umat Hindu untuk saling memaafkan.(AD)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *