Sudutkota.id – Di tengah arus modernisasi yang terus bergulir, Achmad Fulan Mufiddin (26), pemuda asal Jalan Raya Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, memilih jalan yang tak biasa. Ia menekuni profesi langka sebagai empu atau pembuat keris, sebuah warisan budaya luhur yang kian tergerus zaman.
“Saya merasa di Malang Raya, pembuat keris masih sangat jarang, apalagi yang asli kelahiran Malang,” tuturnya saat ditemui di kediamannya, Senin (23/06/2025).
Minat Fulan terhadap dunia keris bermula sejak usia 8 tahun. Kecintaannya pada benda pusaka itu terus tumbuh hingga akhirnya pada tahun 2023 ia memutuskan belajar langsung ke besalen milik K.R.T Arum Fanani Notopuro di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang.
“Saya ingin agar profesi Mpu tetap terus ada, khususnya di Malang Raya, jangan sampai hanya menjadi cerita di masa depan,” ujar Fulan penuh tekad.
Bagi Fulan, keris bukan sekadar benda tajam atau pusaka. Lebih dari itu, keris adalah simbol harapan, doa, dan pesan kehidupan.
“Dengan memiliki keris, kita akan senantiasa ingat kepada Tuhan, ingat kepada diri sendiri, dan pesan-pesan luhur dalam kehidupan,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa keris bukanlah benda mistis seperti yang sering disalahpahami oleh masyarakat.
Dalam proses pembuatannya, Fulan menerapkan teknik tempa lipat antara besi, baja, dan pamor yang berasal dari iron meteorite atau nikel. Ia menjelaskan filosofi dari teknik tersebut.
“Pertemuan antara baja, besi bumi, dan meteorit itu ibarat manusia yang senantiasa terhubung dengan Tuhannya. Hasilnya adalah kekuatan yang bermanfaat bagi sekitar,” ujarnya.
Menjadi Mpu muda di era digital tentu tak lepas dari tantangan. Fulan mengaku sering mendapat candaan dari orang sekitar karena profesinya dianggap kuno.
“Tapi saya tidak patah semangat. Ini kekayaan budaya yang harus dilestarikan,” katanya. Ia justru bangga bisa mengambil peran dalam menjaga warisan budaya.
Fulan berharap ke depan semakin banyak anak muda yang tertarik mempelajari seni pembuatan keris. Ia ingin menghapus stigma bahwa keris adalah benda mistis atau menakutkan.
“Keris itu bagian dari jati diri kita sebagai bangsa Indonesia, terutama masyarakat Jawa. Jangan malu dan jangan takut,” tegasnya.
Menurutnya, jika generasi muda mau mengenal dan melestarikan budaya, Singosari memiliki potensi besar menjadi kota wisata seni dan sejarah.
“Singosari punya sejarah besar, punya legenda Empu Gandring. Sayang kalau tidak dimanfaatkan. Ini bisa jadi kekuatan kita untuk membangun identitas budaya yang kuat,” pungkasnya.(ris)