Daerah

Makam Gribig dan Rute Sejarah Islam Malang: Diskusi Arkeologis di Tengah Nisan Tua

26
×

Makam Gribig dan Rute Sejarah Islam Malang: Diskusi Arkeologis di Tengah Nisan Tua

Share this article
Makam Gribig dan Rute Sejarah Islam Malang: Diskusi Arkeologis di Tengah Nisan Tua
Diskusi terbuka bertajuk Sejarah dan Arkeologi Komplek Makam Kuno Kota Malang yang digelar di makam Ki Ageng Gribig.(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id –Suasana khidmat menyelimuti kawasan Makam Ki Ageng Gribig di Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Minggu (6/7/2025). Di bawah naungan pepohonan tua dan nisan-nisan yang berumur ratusan tahun, sekelompok mahasiswa dari jurusan sejarah, menggelar diskusi terbuka bertajuk Sejarah dan Arkeologi Komplek Makam Kuno Kota Malang.

Dipimpin oleh Ahmad Rofi Uddin, mahasiswa dari Universitas Negeri Malang (UM) selaku ketua pelaksana, kegiatan ini bukan sekadar forum ilmiah, tetapi juga bentuk nyata kepedulian terhadap sejarah lokal yang perlahan memudar.

“Komplek makam ini bukan hanya ruang spiritual, tapi juga arsip peradaban. Kita bisa membaca masa lalu Malang dari batu-batu nisan yang berdiri di sini,” ujar Rofi dalam sambutannya.

Diskusi yang diikuti oleh mahasiswa, pemerhati sejarah dan warga setempat itu membahas elemen-elemen penting dari makam kuno, mulai dari tipologi nisan, gaya seni ukiran, hingga jejak penyebaran Islam di Malang.

Simbol-simbol pada nisan, bentuk arsitektur makam, dan arah hadap pusara menjadi petunjuk kuat tentang pengaruh budaya Demak, Mataram Islam, dan kolonialisme dalam sejarah lokal.

Napak Tilas Sejarah: Rute Makam Kuno dari Timur ke Selatan

Dalam kesempatan itu, para mahasiswa juga merancang rute interpretatif untuk memahami perkembangan sejarah makam-makam Islam kuno di Kota Malang. Rute ini disusun berdasarkan arah geografis dari timur ke selatan yang sekaligus mencerminkan pergeseran zaman dari periode tua ke periode muda:

Makam Surya
Terletak di sisi timur Kota Malang, makam ini diyakini sebagai situs tertua, peninggalan masa awal Islam masuk ke kawasan ini. Tipologi nisannya menunjukkan gaya abad ke-14 hingga ke-15, dengan bentuk sederhana dan simbolis.

Baca Juga :  Inspeksi Kelayakan Bus, Dishub Kota Malang Temukan Satu Armada yang Tidak Layak Jalan

Makam Era Demak dan Hanyokrokusuman (Mataraman)
Situs ini mencerminkan fase penyebaran Islam politik, di mana pengaruh Kesultanan Demak dan Dinasti Hanyokrokusuman dari Mataram mulai kuat terasa. Gaya nisannya mulai berkembang, dengan ornamen-ornamen khas pesisiran dan corak Islam-Jawa.

Makam Ki Ageng Gribig (Madyopuro)
Titik tengah dari rute ini sekaligus lokasi diskusi. Ki Ageng Gribig dikenal sebagai tokoh penyebar Islam di Malang, yang diyakini masih memiliki garis keturunan dari Prabu Brawijaya. Ia menjadi simbol penting akulturasi budaya Hindu-Buddha ke Islam. Kawasan makam ini juga menjadi pusat kegiatan spiritual masyarakat hingga kini.

Makam Tipe Troloyo dan Gaya Lokal Malangan
Terletak di kawasan yang lebih ke selatan, makam-makam ini menampilkan pengaruh Troloyo (Trowulan) yang bercampur dengan identitas lokal Malang. Nisan-nisannya unik, dengan perpaduan aksara Arab, hiasan geometris, dan elemen seni tradisional Jawa Timur.

Makam Para Bupati Malang I–III
Situs terakhir di rute ini berada di kawasan administratif bekas pusat kekuasaan kolonial. Makam para Bupati awal Kota Malang mencerminkan masuknya era modernisasi pemerintahan, dengan struktur pusara lebih monumental, tertata, dan dibangun dengan batu kapur halus serta prasasti resmi.

“Rute ini bukan hanya penanda lokasi geografis, tapi narasi utuh tentang bagaimana peradaban, spiritualitas, dan kekuasaan berkembang di Malang. Dari Islam awal, kerajaan lokal, hingga kolonialisme,” jelas Rofi.

Baca Juga :  Polisi Bongkar Produksi Obat Ilegal Beromzet Rp 5 Juta Sebulan

Makam Gribig: Simbol Spiritualitas dan Akar Budaya Malang

Sebagai tuan rumah kegiatan, Makam Ki Ageng Gribig memegang peran penting dalam sejarah Islam di Malang. Tokoh yang dimakamkan di tempat ini diyakini merupakan bagian dari transformasi besar-besaran masyarakat Jawa dari sistem kerajaan Hindu-Buddha menuju Islam. Ia dihormati sebagai ulama sekaligus pemimpin spiritual, yang membawa nilai-nilai Islam ke wilayah timur Jawa.

Makam ini juga dikenal luas sebagai pusat ziarah, terutama saat tradisi keagamaan seperti Maulid Nabi dan kirab pusaka. Keberadaannya menjembatani nilai historis, spiritual, sekaligus sosial. Nisan-nisan di kawasan ini mencerminkan gaya Islam klasik, dengan ukiran halus, aksara Arab, dan penempatan pusara yang menghadap kiblat dengan presisi.

Menjaga Sejarah, Menghidupkan Ingatan Kolektif

Kegiatan ini juga menjadi bagian dari program penguatan organisasi mahasiswa sejarah UM yang saat ini tengah dalam pendampingan BPK Wilayah XI. Meski belum berbadan hukum resmi, gerakan ini menunjukkan bahwa pelestarian sejarah bisa dilakukan dari level paling dasar komunitas muda yang peka dan mau bergerak.

“Sejarah bukan sekadar narasi besar di buku pelajaran. Ia hidup di sekitar kita di makam tua, di cerita nenek, di ukiran batu nisan. Kalau tidak kita jaga, semua itu akan hilang begitu saja,” tegas Rofi.

Dengan semangat menggali, merawat, dan menghidupkan kembali sejarah lokal, para mahasiswa berharap bahwa masyarakat Kota Malang bisa ikut menjaga situs-situs bersejarah sebagai bagian dari jati diri bersama.(mit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *