Daerah

Literasi untuk Kemanusiaan: Munas VI FLP di Surabaya Dorong Reinkarnasi Gerakan Pena di Indonesia

31
×

Literasi untuk Kemanusiaan: Munas VI FLP di Surabaya Dorong Reinkarnasi Gerakan Pena di Indonesia

Share this article
Literasi untuk Kemanusiaan: Munas VI FLP di Surabaya Dorong Reinkarnasi Gerakan Pena di Indonesia
Musyawarah Nasional (Munas) VI Forum Lingkar Pena (FLP) yang resmi dibuka hari ini di Gedung Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Surabaya.(foto:sudutkota.id/nis)

Sudutkota.id – Di tengah dinamika dunia literasi yang kian kompleks, Forum Lingkar Pena (FLP) menandai tonggak penting perjalanannya lewat Musyawarah Nasional (Munas) VI yang resmi dibuka hari ini di Gedung Balai Besar Penjaminan Mutu Pendidikan (BBPMP) Surabaya.

Lebih dari sekadar forum organisasi, Munas ini hadir sebagai ruang refleksi dan kebangkitan kembali semangat literasi berbasis nilai-nilai kemanusiaan.

Ratusan peserta dari berbagai daerah di Indonesia membanjiri lokasi acara, sejak Kamis malam (16/10/2025), membawa semangat baru untuk menjawab tantangan literasi zaman.

Dengan mengusung tema yang berfokus pada revitalisasi cabang-cabang FLP yang mulai redup, Munas kali ini diyakini menjadi momentum strategis dalam merumuskan arah masa depan gerakan literasi di Indonesia.

Salah satu momen paling menggugah dalam pembukaan adalah tausiyah literasi dari novelis kenamaan sekaligus tokoh spiritual FLP, Habiburrahman El Shirazy (Kang Abik).

Dalam pesannya, ia menekankan bahwa literasi sejati bukan hanya perkara membaca dan menulis, tetapi soal bagaimana ilmu dapat menjunjung martabat manusia.

“Tidak ada gunanya literasi jika tidak memanusiakan manusia. Literasi yang tercerabut dari nilai-nilai kemanusiaan justru kehilangan ruhnya,” ujar Kang Abik, merujuk pada ayat-ayat awal Surah Al-‘Alaq yang menjadi fondasi spiritual gerakan literasi Islam.

Ia bahkan menyebut FLP sebagai “Forum Lingkar Pesantren,” menegaskan bahwa akar gerakan ini sejatinya adalah pengabdian, keikhlasan, dan perjuangan tanpa kekerasan dengan pena sebagai senjata utama.

Ketua Umum FLP, S. Gegge Mappangewa, yang akrab disapa Daeng, menyulut semangat peserta dengan seruan tajam “Munas atau Mati!”. Sebuah slogan simbolik yang menggambarkan urgensi pembaruan dalam tubuh organisasi.

“Banyak cabang FLP yang mulai diam. Tapi dengan Munas ini, saya ingin semuanya hidup kembali. Literasi kita harus menjadi gerakan yang nyata, bukan sekadar nama,” tegasnya.

Dalam sambutannya, Daeng juga mengapresiasi peran FLP dalam mendukung Gerakan Literasi Nasional (GLN) dan mengajak seluruh anggota untuk memperkuat kembali kontribusi FLP di panggung literasi nasional maupun global.

Acara pembukaan dimeriahkan oleh penampilan Tari Wastra Karapan dari siswi SDN Kebonsari, Pasuruan. Tarian khas Jawa Timur yang menggambarkan nilai perjuangan dan kreativitas, dua prinsip yang juga menjadi ruh dari FLP. Simbol budaya lokal ini menjadi pengingat bahwa literasi tak terpisahkan dari akar budaya dan jati diri bangsa.

Wakil dari Pemerintah Kota Surabaya, Ekawati Rahayu, SH, Staf Ahli Wali Kota Bidang Hukum dan Politik, turut menyampaikan dukungan atas terselenggaranya Munas VI FLP di Kota Pahlawan.

“Surabaya selalu membuka ruang untuk gerakan literasi dan budaya. Kami senang FLP memilih kota ini sebagai tempat refleksi dan transformasi,” ujarnya.

Selama tiga hari ke depan, para peserta Munas akan mengikuti sidang-sidang penting, dari pleno hingga pemilihan pengurus pusat yang baru. Namun lebih dari itu, Munas ini diharapkan melahirkan keputusan strategis dan pemikiran segar yang akan menjadi cetak biru gerakan FLP ke depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *