DaerahOlahraga

Konflik KONI Jatim dan KOI Rugikan Atlet Anggar Kota Malang

31
×

Konflik KONI Jatim dan KOI Rugikan Atlet Anggar Kota Malang

Share this article
Konflik administratif antara Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) berdampak serius terhadap nasib atlet daerah.
Kepala Disporapar Kota Malang, Baihaqi (berseragam ASN) saat menjajal tenis lapangan dari fasilitas olahraga publik. (foto: sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Konflik administratif antara Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) berdampak serius terhadap nasib atlet daerah.

Salah satu korbannya adalah 20 atlet anggar Kota Malang yang telah berjuang di ajang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur IX 2025, namun hingga kini belum diakui secara resmi dan bahkan tidak mendapatkan hak-hak mereka sebagai peraih medali.

Ironisnya, dari 20 atlet tersebut, enam di antaranya berhasil menyumbangkan medali emas untuk Kota Malang. Namun karena mereka tergabung dalam kontingen luar struktur KONI Jatim, yakni di bawah naungan Pengprov Ikatan Anggar Seluruh Indonesia (IKASI) yang berafiliasi langsung dengan KOI, prestasi itu seolah tidak tercatat secara resmi di dokumen KONI Jatim.

“Ini sebenarnya bukan salah atlet. Mereka berangkat, bertanding, dan menang. Tapi karena konflik antara KONI Jatim dan KOI soal legalitas dan pembiayaan, mereka jadi korban. Bahkan medali pun tidak diberikan secara fisik. Bonus juga tidak mereka terima,” ujar Baihaqi, Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Kota Malang, Selasa (5/8/2025).

Menurut Baihaqi, persoalan ini bermula dari perbedaan pandangan antara KONI Jatim dan KOI terkait pelaksanaan Porprov IX. Ada cabang olahraga (Cabor) yang digelar di luar struktur KONI karena sengketa kepengurusan di tingkat provinsi.

Baca Juga :  Trotoar Jalan Sultan Agung Kota Batu Sudah Steril dari PKL, Pedagang Lakukan Bongkar Mandiri

Salah satunya adalah anggar. Dalam kasus ini, Cabor anggar tetap menggelar pertandingan secara mandiri, namun tidak masuk dalam daftar resmi penerima dana hibah KONI Jatim.

Akibatnya, meskipun para atlet telah berjuang dan menunjukkan prestasi membanggakan, mereka tidak tercantum dalam daftar kontingen resmi. Imbasnya sangat besar yaitu tidak mendapat medali resmi, tidak memperoleh bonus kemenangan dan bahkan tidak tercatat dalam klasemen akhir perolehan medali Porprov.

“Kami sudah bersurat resmi ke KONI Jatim dan sudah ada respons melalui rapat koordinasi dengan 20 kontingen terdampak. Namun hingga saat ini, belum ada kejelasan. Keputusan akhir kami serahkan ke Ibu Gubernur. Kami minta agar ada keadilan bagi atlet,” tegas Baihaqi.

Pemerintah Kota Malang, melalui Dispora, tidak tinggal diam. Meskipun tidak bisa memberikan bonus resmi seperti yang diterima atlet lain, Pemkot tetap akan menyalurkan biaya pengganti sebagai bentuk penghormatan kepada para atlet yang telah berjuang di tengah kekacauan sistem.

“Kami akan beri biaya pengganti, sebagai bentuk apresiasi moral. Tapi harus diakui, nilainya tentu tidak setara dengan bonus resmi. Ini karena keterbatasan administratif. Tapi semangat dan mental juara para atlet harus tetap kami jaga,” imbuh Baihaqi.

Baca Juga :  Polsek Rayon Kepanjen Patroli Dini Hari Sasar Titik Rawan Kejahatan

Polemik ini mencuatkan kekhawatiran di kalangan pelatih dan pengurus cabang olahraga. Mereka menyebut, jika persoalan seperti ini terus berulang, akan ada krisis kepercayaan dari atlet terhadap sistem pembinaan olahraga di daerah. Terlebih lagi, ajang seperti Porprov seharusnya menjadi panggung pembinaan dan regenerasi atlet nasional.

Kekecewaan juga datang dari para atlet sendiri. Selain tidak mendapat bonus, mereka bahkan tidak menerima medali secara fisik sebagai bentuk penghargaan atas jerih payah mereka di arena pertandingan.

Hingga kini, para atlet dan pelatih hanya bisa berharap pada keputusan Gubernur Jawa Timur untuk menyelesaikan polemik ini. Mereka mendesak adanya sinkronisasi antara KONI dan KOI agar ke depan tidak lagi ada cabang olahraga yang tersisih hanya karena tarik-menarik kepentingan organisasi.

“Ini bukan hanya soal administrasi, tapi soal keadilan bagi atlet. Kalau masalah seperti ini terus terjadi, siapa yang mau jadi atlet ke depan. Mereka sudah berkorban waktu, tenaga, dan bahkan masa depan,” pungkas Baihaqi. (mit) 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *