Daerah

Ketua Komisi D DPRD Kota Malang Soroti Kenaikan PBB, Pastikan Warga Menengah-Bawah Tetap Aman

117
×

Ketua Komisi D DPRD Kota Malang Soroti Kenaikan PBB, Pastikan Warga Menengah-Bawah Tetap Aman

Share this article
Legislator PDIP Kota Malang Soroti Kenaikan PBB, Pastikan Warga Menengah-Bawah Tetap Aman
Anggota DPRD Kota Malang dari Fraksi PDI Perjuangan, Eko Herdiyanto, S.AP.(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Isu kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang memicu aksi protes warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, ikut menjadi perhatian legislator di Kota Malang.

Ketua Komisi D DPRD Kota Malang Eko Herdiyanto, S.AP, menegaskan bahwa kebijakan serupa di Kota Malang memiliki karakter berbeda dan disiapkan dengan kajian mendalam agar tidak membebani masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah.

Anggota DPRD Kota Malang dari Fraksi PDI Perjuangan itu, kenaikan PBB di Kota Malang sudah memiliki landasan hukum yang jelas dan telah melalui proses pembahasan panjang.

Regulasi yang menjadi payung hukum adalah Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan (PBB-P2), yang kemudian mengalami perubahan melalui Perda Nomor 9 Tahun 2019. Perubahan tersebut mengatur ulang ketentuan tarif, prosedur penagihan, hingga mekanisme penghapusan piutang pajak.

“Sejak awal, PBB di Kota Malang sudah diatur dengan mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi warga. Sistem tarif yang digunakan bersifat progresif berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Artinya, warga dengan NJOP rendah membayar tarif sangat kecil, sementara tarif lebih tinggi berlaku untuk NJOP yang besar,” ujar Eko, Rabu (13/8/2025).

Berdasarkan ketentuan terbaru, tarif PBB di Kota Malang adalah, NJOP kurang dari Rp 1,5 Miliar sebesar 0,055 persen per tahun. NJOP Rp 1,5–5 Miliar sebesar 0,112 persen. NJOP Rp 5–100 Miliar sebesar 0,145 persen, dan NJOP lebih dari Rp 100 Miliar sebesar 0,167 persen.

Sedang untuk lahan pertanian dan peternakan mendapat tarif khusus sebesar 0,0275 persen per tahun.

Eko menegaskan, struktur tarif ini menjadi jaring pengaman agar kelompok menengah ke bawah tidak terdampak signifikan.

“Kenaikan memang ada, tapi sifatnya proporsional. Kami selalu memantau respons masyarakat, dan jika dalam setahun terbukti memberatkan, maka revisi bisa dilakukan,” tambahnya.

Ia juga mengingatkan, di Kota Malang, penyesuaian NJOP diatur untuk dilakukan setiap tiga tahun sekali, sebagaimana diatur dalam Perda 11/2011. Meski sempat tertunda sejak 2016, penyesuaian kembali dilakukan pada 2021 melalui SK Walikota Nomor 188.45/335/35.73.112/2020.

Hal ini, menurutnya, menunjukkan adanya komitmen pemerintah daerah untuk menyeimbangkan kebutuhan pendapatan daerah dengan kemampuan bayar warga.

“Prinsipnya, kami belajar dari gejolak yang terjadi di daerah lain. Kebijakan pajak di Malang harus adil, realistis, dan bisa diterima masyarakat. Jangan sampai kebijakan yang niatnya baik justru memunculkan ketidakpuasan publik,” tegas Eko.

Ia pun memastikan DPRD Kota Malang akan terus melakukan evaluasi bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan pihak eksekutif, sehingga PBB tidak menjadi beban yang menggerus daya beli masyarakat.

“Selama kami di DPRD, kepentingan rakyat kecil akan tetap menjadi prioritas utama,” pungkasnya.(mit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *