Kejagung Tetapkan Dua Tersangka Baru Dalam Kasus Dugaan Korupsi di Pertamina

0
Konferensi pers Kejagung RI pengungkapan dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina. (Ist)
Advertisement

Sudutkota.id – Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) kembali menetapkan dua orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengatakan bahwa berdasarkan perkembangan penyidikan perkara tersebut, tim penyidik menyimpulkan dalam ekspose perkara bahwa telah terdapat alat bukti cukup untuk menetapkan dua orang sebagai tersangka baru.

“Tersangka MK selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga dan tersangka EC selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga,” ungkapnya dalam keterangan yang diterima media ini, Rabu (26/2/2025).

Qohar menjelaskan, setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat, tim penyidik melakukan penahanan terhadap dua tersangka tersebut selama 20 hari ke depan.

“Kedua tersangka kini ditahan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” ujarnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar membeberkan peran para tersangka dalam kasus ini. Kata Harli, tersangka MK dan tersangka EC atas persetujuan tersangka RS melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92, sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang.

Kemudian, tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada tersangka EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal (storage) PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR dan tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92.

“Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core business PT Pertamina Patra Niaga,” ujarnya.

Kemudian, lanjut Harli, tersangka MK dan tersangka EC melakukan pembayaran impor produk kilang yang seharusnya dapat menggunakan metode term atau pemilihan langsung (waktu berjangka) sehingga diperoleh harga wajar, tetapi dalam pelaksanaannya menggunakan metode spot atau penunjukan langsung (harga yang berlaku saat itu), sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha (DMUT)

Tersangka MK dan tersangka EC mengetahui dan menyetujui adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping, sehingga PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13% hingga 15% secara melawan hukum dan fee tersebut diberikan kepada tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan Tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa.

“Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun,” ungkapnya.

Para tersangka, kata Qohar, disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (mm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here