Sudutkota.id – Kasus dugaan pencabulan terhadap dua santri di Pondok Hadramaut, Dusun Payan, Desa Punten, Kota Batu, kini memasuki babak baru setelah tersangka berinisial HM resmi ditahan di Lapas Kelas I Malang. HM diketahui merupakan orang tua pengasuh pondok sekaligus kakak kandung salah satu pemilik panti asuhan di Temas Batu. Penahanan ini dilakukan usai berkas perkara dilimpahkan dari Unit PPA Polres Batu ke Kejari Batu.
“Kami menyambut baik langkah kejaksaan yang menahan tersangka, ini langkah awal untuk memberikan keadilan bagi korban,” tegas Taslim Pua Gading, S.H., M.H., Kuasa Hukum Korban dari Kantor Kompak Law, Sabtu (18/10/2025).
Taslim mengungkapkan, selama ini korban mengalami tekanan psikologis berat akibat kejadian tersebut. Ia menilai bahwa tindakan pelaku sangat mencederai nilai-nilai pendidikan dan keagamaan yang seharusnya dijunjung tinggi di lingkungan pesantren.
“Tidak ada alasan pembenaran apapun bagi tindakan cabul terhadap anak, apalagi dengan dalih mengajarkan istinja. Itu pelecehan yang sangat keji,” ujarnya langsung.
Sementara itu, Hariyanto, S.H., M.H., selaku tim kuasa hukum korban dari Kompak Law Mas, menegaskan pihaknya akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas. Ia berharap penyidik dan jaksa tidak memberi ruang bagi intervensi dari pihak manapun.
“Kami akan memastikan proses hukum ini berjalan objektif dan transparan. Tidak boleh ada tekanan politik atau kompromi terhadap pelaku,” ujarnya langsung.
Hariyanto juga menyoroti munculnya kasus dugaan pemerasan oleh oknum wartawan dan LSM yang sempat menyeret nama beberapa pihak. Ia menilai isu tersebut justru mengalihkan fokus utama dari keadilan bagi korban.
“Fokus kami adalah memastikan pelaku pencabulan dijatuhi hukuman maksimal. Jangan sampai opini publik dibelokkan untuk menutupi kejahatan sebenarnya,” tegasnya.
Senada dengan itu, Akh. Sofi Ubaidillah, S.H., M.Kn., rekan satu tim kuasa hukum korban, menilai praktik-praktik penyalahgunaan wewenang dalam kasus ini harus diwaspadai. Ia meminta aparat penegak hukum bersikap profesional dan terbuka dalam menangani perkara.
“Setiap langkah penyidikan dan penuntutan harus dilakukan dengan integritas tinggi. Kalau aparat bermain mata, maka keadilan untuk korban bisa hilang begitu saja,” ujarnya menegaskan.
Akh. Sofi juga menilai kasus ini bukan sekadar urusan hukum pidana, melainkan juga menyangkut moral publik dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan berbasis agama. Ia mendorong Kementerian Agama untuk melakukan pengawasan ketat terhadap seluruh pondok pesantren agar peristiwa serupa tidak terulang.
“Negara wajib hadir dalam memberikan rasa aman bagi santri dan peserta didik di lingkungan pendidikan agama,” ujarnya langsung.
Sebagai penutup, Hariyanto dan Sofi menegaskan komitmen mereka untuk terus mendampingi korban hingga keadilan benar-benar ditegakkan. Mereka memastikan tidak akan berhenti sampai pelaku mendapat hukuman yang setimpal.
“Ini bukan sekadar pembelaan hukum, tetapi perjuangan kemanusiaan untuk memulihkan martabat korban dan mengingatkan bahwa kejahatan seksual terhadap anak tidak boleh ditoleransi dalam bentuk apapun,” tutup keduanya tegas.