Sudutkota.id – Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Jombang, Jawa Timur terus menunjukkan lonjakan signifikan. Bahkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jombang memprediksi lonjakan akan terus berlanjut hingga Januari 2026 nanti.
Data Dinkes Jombang mencatat, sepanjang Oktober 2025 terdapat sekitar 100 warga terinfeksi DBD, sementara 29 pasien tambahan masih menjalani perawatan hingga pertengahan November 2025.
Lonjakan kasus ini membuat DBD Jombang 2025 masuk kategori perlu diwaspadai. Sebaran pasien juga meluas di berbagai wilayah, baik kawasan perkotaan maupun pedesaan. Para pasien kini dirawat di sejumlah fasilitas kesehatan, mulai puskesmas, klinik swasta, hingga rumah sakit pemerintah.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa penyebaran DBD di Jombang tidak terpusat di satu titik, tetapi menyebar di banyak kawasan.
Kepala Dinas Kesehatan Jombang, dr. Hexawan Tjahja Widada, mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan. Menurutnya, kenaikan kasus diprediksi terus berlanjut hingga Desember 2025 bahkan Januari 2026, bertepatan dengan puncak musim hujan.
“Melihat pola tahunan, kasus DBD biasanya naik di awal musim hujan dan memuncak di pertengahan musim. Tahun ini pun diprediksi sama. Karena itu masyarakat harus lebih waspada,” jelas dr. Hexa, Sabtu (15/11/2025).
Menurut dr. Hexa, nyamuk Aedes aegypti berkembang lebih cepat pada kondisi lembap. Genangan air sekecil apa pun dapat menjadi tempat ideal bagi nyamuk bertelur.
“Bahkan tutup botol di halaman rumah pun bisa menjadi sarang nyamuk,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa upaya paling efektif untuk mencegah penularan DBD adalah melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus secara rutin.
“Fogging bukan solusi utama. Itu hanya membunuh nyamuk dewasa. Jentik tetap bisa berkembang biak. PSN jauh lebih efektif. Jangan hanya menunggu petugas datang. Kalau lingkungan bersih, rantai penularan bisa diputus,” tegasnya.
Untuk menekan kasus DBD di Jombang, Dinas Kesehatan terus memperkuat sosialisasi melalui sekolah, kantor desa, dan media sosial resmi pemerintah. Anak-anak menjadi sasaran prioritas karena tergolong kelompok rentan.
“Kami sudah menginstruksikan puskesmas untuk memperkuat edukasi. Anak sekolah harus memahami perilaku hidup bersih dan sehat sejak dini,” tambah dr. Hexa.




















