Sudutkota.id – Kekerasan terhadap perempuan, anak, dan kelompok rentan, bukan sekadar isu hukum. Ini adalah krisis sosial yang perlu ditangani secara kolektif.
Hal tersebut menjadi sorotan utama dalam forum penyuluhan publik bertajuk Risk and Speak: Berani Bicara, Selamatkan Bersama yang digelar di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Kamis (15/05/2025)
Forum ini diinisiasi oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Bareskrim Polri dan dihadiri langsung oleh Dirtipid PPA & PPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol Dr. Nurul Azizah, S.I.K., M.Si, bersama jajaran.
Sebagai pemateri utama, Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Nanang Haryono, SH, SIK, MSi tampil mengedukasi ratusan mahasiswa terkait pentingnya peran aktif generasi muda dalam pencegahan kekerasan berbasis gender.
“Sepanjang tahun 2025 ini, kami sudah menangani empat kasus kekerasan terhadap anak, dan semua mengarah pada pencabulan dan sodomi,” ungkap Kombes Nanang.
“Ini bukan hanya angka. Ini alarm. Kita tidak bisa menunggu. Pencegahan harus dimulai dari kesadaran bersama.”sambungnya.
Ia menekankan bahwa mahasiswa bukan sekadar penonton sosial. Mereka memiliki posisi strategis sebagai agen perubahan, penyebar nilai, penggerak komunitas, bahkan pelindung bagi kelompok rentan di sekitarnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga mempromosikan pentingnya vaksinasi HPV (Human Papillomavirus) untuk remaja usia 15 tahun, sebagai bentuk perlindungan dini terhadap kanker serviks dan infeksi menular seksual lainnya.
“Melindungi generasi muda tidak cukup hanya dengan penegakan hukum. Harus ada edukasi dan intervensi kesehatan yang menyentuh akar.”jelas Nanang.
Suasana forum semakin hangat saat sesi tanya jawab berlangsung. Tak sekadar memberi penyuluhan, Kombes Nanang memberikan hadiah langsung kepada peserta yang berani dan aktif menyuarakan kegelisahannya.
“Kita butuh anak muda yang kritis, berani, dan tidak pasif terhadap isu sosial. Diam bukan pilihan,” tukasnya.
Dukungan pun datang dari Rektor UIN Maliki Malang, Prof. Dr. H. M. Zainuddin, MA, yang mengapresiasi langkah kepolisian dalam membumikan isu kekerasan berbasis gender ke ranah kampus.
“Kekerasan saat ini tak hanya terjadi secara fisik, tapi juga hadir dalam bentuk kekerasan simbolik, utamanya di media sosial. Ia tak kasat mata, tapi dampaknya nyata,” ujar Prof. Zainuddin.
Ia juga menekankan pentingnya kerja sama multisektor melalui pendekatan hexa helix yang melibatkan akademisi, pemerintah, masyarakat, dunia usaha, media, dan LSM, untuk menciptakan solusi yang benar-benar berakar dan berkelanjutan.
“Kampus kami terbuka untuk kolaborasi lintas sektoral, bahkan lintas negara. Karena untuk melawan kekerasan, kita tak cukup hanya dengan seruan. Kita butuh gerakan,” tegasnya.
Forum ini tidak hanya menjadi ruang edukasi, tapi juga momentum penting bagi semua pihak untuk membangun ekosistem sosial yang peduli, inklusif, dan aman, khususnya bagi perempuan dan anak. Sebuah pengingat bahwa perlindungan bukan hanya tugas aparat, tetapi tanggung jawab bersama.(mit)