Sudutkota.id– Galaksi Bima Sakti dan Andromeda, yang merupakan dua galaksi tetangga yang saat ini melaju menuju satu sama lain dengan kecepatan sekitar 400.000 km/jam, telah lama diperkirakan akan bertabrakan di masa depan. Namun, sebuah studi terbaru memberikan pandangan yang berbeda mengenai kemungkinan tabrakan ini.
Penelitian sebelumnya memprediksi bahwa peristiwa tabrakan akan terjadi sekitar 4-4,5 miliar tahun dari sekarang. Namun, studi terbaru, yang memanfaatkan data terkini dari teleskop luar angkasa Gaia dan Hubble, menunjukkan bahwa peluang terjadinya tabrakan dalam 5 miliar tahun ke depan kurang dari 2 persen, dan peluangnya dalam 10 miliar tahun ke depan sekitar 50 persen.
Menurut Till Sawala, astrofisikawan dari Universitas Helsinki dan penulis utama studi yang dimuat di jurnal Nature Astronomy, tabrakan ini jika benar-benar terjadi, kemungkinan besar akan terjadi dalam 7-8 miliar tahun mendatang. Namun, ia menekankan bahwa dengan data yang ada saat ini, waktu terjadinya tabrakan masih belum dapat dipastikan.
“Jika tabrakan terjadi di masa depan, itu akan menjadi akhir bagi Bima Sakti dan Andromeda. Jika penggabungan terjadi, kemungkinan besar akan terjadi 7-8 miliar tahun mendatang. Namun, berdasarkan data saat ini, kami tidak dapat memprediksi waktu penggabungan, jika memang terjadi,” terangnya pada Senin (03/06), dikutip dari Reuters.
Saat ini, Bima Sakti dan Andromeda berjarak sekitar 2,5 juta tahun cahaya. Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh cahaya dalam setahun, sekitar 9,5 triliun kilometer. Meski skenario tabrakan ini masih sangat jauh di masa depan, Bumi kemungkinan sudah tidak layak huni lagi sekitar satu miliar tahun dari sekarang karena aktivitas Matahari yang terus memanas.
Simulasi yang dilakukan para peneliti juga memperhitungkan faktor galaksi-galaksi tetangga lainnya. Sebelumnya, penelitian hanya mempertimbangkan pengaruh gravitasi galaksi Triangulum (Messier 33 atau M33), tetapi studi terbaru juga memperhitungkan Awan Magellan Besar, galaksi satelit Bima Sakti. Menurut Sawala, tambahan variabel ini justru menurunkan peluang tabrakan dengan Andromeda.
Sementara itu, penggabungan Bima Sakti dengan Awan Magellan Besar diperkirakan hampir pasti terjadi dalam 2 miliar tahun ke depan, mendahului potensi tabrakan dengan Andromeda. Salah satu faktor penting dalam penggabungan ini adalah keberadaan lubang hitam supermasif di pusat kedua galaksi, yaitu Sagitarius A* di Bima Sakti yang massanya sekitar 4 juta kali Matahari, dan lubang hitam di Andromeda yang diperkirakan 100 juta kali lebih besar.
Sawala menjelaskan bahwa meski bintang-bintang dan planet jarang bertabrakan, lubang hitam supermasif di pusat masing-masing galaksi kemungkinan besar akan saling mendekat dan akhirnya bergabung.
“Tabrakan antarbintang sangat tidak mungkin terjadi, tetapi kedua lubang hitam supermasif akan tenggelam ke pusat galaksi yang baru terbentuk, di mana keduanya akhirnya akan bergabung,” sambungnya.
Fenomena penggabungan galaksi sendiri bukan hal yang langka. Sejak alam semesta terbentuk, penggabungan semacam ini kerap terjadi, terutama pada masa-masa awal. Bahkan saat ini, Bima Sakti masih berinteraksi dengan beberapa galaksi kerdil yang lebih kecil.
“Pada awal terbentuknya alam semesta, penggabungan galaksi jauh lebih sering terjadi, sehingga penggabungan pertama akan terjadi segera setelah galaksi pertama terbentuk. Penggabungan dengan galaksi yang jauh lebih kecil terjadi lebih sering. Bahkan, Bima Sakti saat ini sedang bergabung dengan beberapa galaksi kerdil,” pungkas Sawala. (kae)