Sudutkota.id- Undang-undang Jepang yang mempermudah negaranya untuk mendeportasi pencari suaka yang gagal mendapat izin akan mulai berlaku pada hari Senin (10/6). Hal ini mendapat respon dari para aktivis yang memperingatkan bahwa sistem baru ini akan membahayakan nyawa.
Negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia ini telah lama dikritik karena rendahnya jumlah permohonan suaka yang diterima. Tahun lalu saja, status pengungsi diberikan kepada 303 orang, sebagian besar berasal dari Afghanistan.
Kini pemerintah dapat mendeportasi pencari suaka yang ditolak sebanyak tiga kali, berdasarkan perubahan undang-undang imigrasi yang diberlakukan tahun lalu.
Sebelumnya, mereka yang mencari status pengungsi dapat tetap tinggal di negara tersebut selama mereka mengajukan banding atas keputusan mereka, terlepas dari jumlah upaya yang telah mereka lakukan.
Menurut menteri kehakiman Jepang, Ryuji Koizoki, bahwa undang-undang yang direvisi ini dimaksudkan untuk segera mendeportasi mereka yang tidak memiliki izin tinggal, dan membantu mengurangi penahanan jangka panjang.
“Yang membutuhkan perlindungan akan dilindungi, sedangkan yang melanggar aturan akan ditindak tegas,” sambungnya, seperti dikutip dari AFP.
Kritikus telah menyuarakan keprihatinan atas transparansi proses penyaringan di Jepang, dan memperingatkan bahwa peraturan baru ini dapat meningkatkan risiko pelamar menghadapi penganiayaan setelah repatriasi.
“Kami sangat khawatir bahwa penegakan undang-undang ini akan memungkinkan para pengungsi yang melarikan diri ke Jepang untuk dideportasi, dan membahayakan nyawa dan keselamatan mereka,” kata Asosiasi Pengungsi Jepang di media sosial X.
Kelompok tersebut menyerukan sistem yang adil harus ditetapkan yang melindungi pencari suaka di Jepang sesuai dengan standar internasional.
Diketahui, pada bulan Mei lebih dari 2.000 warga Ukraina tinggal di Jepang di bawah kerangka khusus yang mengakui mereka sebagai pengungsi. (Ka)