Sudutkota.id – Dua kendaraan tempur peninggalan masa perjuangan Republik berdiri kokoh di halaman depan Museum Brawijaya Malang, tepat di jalur utama Jalan Ijen, Kota Malang.
Sebuah tank tua bercat loreng dan meriam antipesawat dipajang di area taman bundaran depan museum. Keduanya diletakkan di bawah kanopi besi agar tetap terjaga, sementara di sekelilingnya berkibar bendera merah putih yang menambah nuansa patriotik.
Bagi warga Malang Raya, pemandangan ini bukan sekadar monumen besi, tetapi simbol nyata perjuangan arek-arek Malang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tank dan meriam tersebut dulunya adalah saksi bisu pertempuran sengit antara pejuang republik melawan tentara kolonial Belanda maupun Jepang.
Museum Brawijaya sendiri didirikan pada tahun 1968 dan diresmikan oleh Mayjen TNI Soewondo Parman. Lokasinya menempati lahan seluas sekitar 10.500 meter persegi dengan luas bangunan utama mencapai 1.875 meter persegi.
Area yang cukup luas ini terbagi dalam ruang pameran indoor, halaman koleksi luar ruangan, dan fasilitas pendukung lain yang memperkaya pengalaman wisata sejarah pengunjung.
Di dalam bangunan museum, pengunjung bisa menemukan dua ruang pameran utama. Ruang pertama berisi koleksi senjata tradisional hingga modern yang digunakan dalam perjuangan kemerdekaan, termasuk bambu runcing, pistol, senapan, hingga mortir.
Sementara ruang kedua menyajikan koleksi visual berupa foto-foto dokumentasi perjuangan, lukisan, hingga relief yang menceritakan kronologi pertempuran di Jawa Timur.
Namun, yang paling menyentuh hati sekaligus menghadirkan suasana horor adalah keberadaan “Gerbong Maut”. Gerbong kereta api peninggalan Belanda ini digunakan pada 23 November 1947, saat ratusan pejuang dari Bondowoso dipindahkan menuju penjara di Surabaya.
Dalam perjalanan panjang tanpa ventilasi, panas menyengat, dan minim oksigen, puluhan pejuang gugur mengenaskan di dalam gerbong tersebut.
Kisah ini membuat Gerbong Maut menjadi salah satu simbol penderitaan sekaligus keteguhan hati pejuang Indonesia. Banyak pengunjung mengaku merinding saat melihat langsung gerbong yang kini dipajang di area museum.
Selain Gerbong Maut, museum juga memiliki koleksi ikonik lain, yakni Perahu Joko Tole. Perahu kayu bersejarah asal Madura ini pernah digunakan untuk mengangkut senjata dan logistik menuju Jawa Timur pada masa revolusi fisik. Keberadaannya menegaskan bahwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan tidak hanya dilakukan oleh satu daerah, melainkan hasil solidaritas rakyat dari berbagai penjuru Nusantara.
Tidak hanya itu, di halaman museum juga berdiri kendaraan lapis baja, tank, dan meriam peninggalan Perang Dunia II. Semua koleksi ini sengaja dipajang di ruang terbuka agar masyarakat bisa melihat langsung bagaimana bentuk peralatan tempur yang pernah digunakan puluhan tahun silam.
Kini, Museum Brawijaya bukan hanya tempat menyimpan benda sejarah, melainkan juga ruang edukasi dan wisata sejarah. Ribuan pelajar hingga wisatawan domestik maupun mancanegara kerap berkunjung untuk belajar sekaligus mengenang bagaimana perjuangan bangsa ini dibayar dengan darah dan nyawa.
Keberadaan tank dan meriam di halaman depan Museum Brawijaya, seperti yang terekam dalam foto ini, menjadi pengingat abadi bahwa kemerdekaan Indonesia tidak datang begitu saja. Ada darah, air mata, dan pengorbanan besar di baliknya.(mit)