Hukum

Jaksa Tuntut 6 Tahun, Hakim Vonis Terdakwa Kasus TPPO Sukun Malang 2 Tahun Penjara

96
×

Jaksa Tuntut 6 Tahun, Hakim Vonis Terdakwa Kasus TPPO Sukun Malang 2 Tahun Penjara

Share this article
Jaksa Tuntut 6 Tahun, Hakim Vonis Terdakwa Kasus TPPO Sukun Malang 2 Tahun Penjara
Tiga terdakwa kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) saat menjalani sidang putusan di Ruang Garuda Pengadilan Negeri Malang, Rabu (10/9/2025).(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Malang akhirnya menjatuhkan putusan terhadap tiga terdakwa kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang terjadi di Kecamatan Sukun, Kota Malang. Sidang pembacaan putusan berlangsung di Ruang Garuda PN Malang, Rabu (10/9/2025).

Ketiga terdakwa yakni Hermin Naning Kerahayu, Dian Permana Putra dan Arti, didakwa terlibat dalam praktik perekrutan tenaga kerja secara ilegal yang merugikan masyarakat. Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) M. Harianto, SH menuntut mereka masing-masing dengan pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 200 Juta subsider enam bulan kurungan.

Namun, majelis hakim menjatuhkan vonis yang jauh lebih ringan. Hermin Naning divonis 2 tahun penjara dengan denda Rp 200 Juta subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Dian Permana Putra dan Arti Baik Dunia T masing-masing divonis 1 tahun penjara dengan denda serupa.

“Intinya, pada hari ini kita sudah bersama-sama mendengarkan keputusan dari majelis hakim terkait perkara atas nama terdakwa Hermin Naning Kerahayu dan kawan-kawan. Untuk Hermin diputus 2 tahun, sementara Dian dan Arti masing-masing 1 tahun, dengan denda sama Rp 200 Juta subsider enam bulan kurungan. Ini tentu jauh dari tuntutan kemarin. Karena itu, sikap kita masih pikir-pikir, nanti akan kita laporkan kepada pimpinan,” ujar JPU M. Harianto usai sidang.

Harianto menegaskan, pertimbangan hakim terkait unsur yang meringankan maupun memberatkan tidak jauh berbeda dengan apa yang tercantum dalam tuntutan. Hanya saja, disparitas vonis dengan tuntutan dianggap cukup signifikan.

Sementara itu, kuasa hukum para terdakwa, Jainul Arifin, SH, menyampaikan kekecewaannya. Ia menilai majelis hakim seharusnya melepaskan kliennya, bukan menghukumnya.

“Kecewa ya, karena kita berharap klien kami dilepaskan. Harus dibedakan antara lepas dan bebas. Lepas itu artinya perbuatannya ada, tapi bukan dibebankan ke beliau. Kalau mengikuti persidangan dari awal, jelas mereka ini bukan bertindak untuk kepentingan pribadi, tapi menjalankan instruksi perusahaan. Namun hakim berpendapat lain,” ujarnya.

Jainul juga menilai adanya kontradiksi dalam amar putusan. “Kalau dibebankan ke orang perorangan, kenapa pusat juga ikut dimintai pertanggungjawaban? Itu kan tidak konsisten. Bisa jadi nanti di tingkat banding atau kasasi, penilaiannya berbeda, dan justru perusahaan pusat yang dinyatakan bertanggung jawab penuh,” tambahnya.

Meski kecewa, pihaknya mengapresiasi keputusan hakim yang tidak membebankan restitusi kepada para terdakwa. “Alhamdulillah, restitusi tidak dibebankan ke klien kami. Itu sudah objektif, karena memang ada deposito Rp 1,5 Miliar di pusat. Jadi wajar bila pusat yang menanggung,” jelas Jainul.

Ia juga menyayangkan sejumlah keterangan saksi dan bukti surat, seperti surat tugas dan SKL, tidak dijadikan pertimbangan majelis hakim. “Padahal itu menunjukkan bahwa tindakan terdakwa adalah bagian dari pekerjaan, bukan inisiatif pribadi,” tegasnya.

Baik JPU maupun kuasa hukum terdakwa masih memiliki waktu 7 hari untuk menyatakan sikap, apakah menerima putusan atau mengajukan upaya hukum banding.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *