Featured

Hidup di Kolong Jembatan wisata Talang Air Bululawang, Gadis 12 Tahun Bertahan di Tengah Gelap dan Keterbatasan

26
×

Hidup di Kolong Jembatan wisata Talang Air Bululawang, Gadis 12 Tahun Bertahan di Tengah Gelap dan Keterbatasan

Share this article
Hidup di Kolong Jembatan Wisata Talang Bululawang, Ayah 60 Tahun Rawat Anak Gadisnya Sendirian
Rumah di kolong jembatan yang didiami Roni dan anaknya selama kurun satu tahun terakhir.(foto:sudutkota.id/ris)

Sudutkota.id – Jauh dari kesan ramai dan terawat, kawasan Wisata Talang Air Bululawang, Kabupaten Malang, justru menyimpan kisah pilu seorang anak perempuan yang harus bertahan hidup dalam kondisi serba terbatas.

Anak itu bernama Zerrin Olinda Early (12), yang akrab disapa Olin, telah hampir satu tahun tinggal di bawah jembatan talang air bersama ayahnya.

Berbeda dari bayangan kolong jembatan perkotaan yang ramai lalu lalang kendaraan, jembatan talang air ini berada di kawasan sepi dan tidak terurus. Tidak ada kendaraan yang melintas di atasnya. Di bawah bangunan jaman belanda itulah Olin dan ayahnya membangun sebuah gubuk sederhana dari bahan seadanya sebagai tempat berteduh.

Di usia yang seharusnya dipenuhi aktivitas belajar dan bermain, Olin justru harus menghadapi kenyataan hidup yang keras. Gubuk kecil buatan sang ayah menjadi satu-satunya tempat berlindung dari hujan dan dinginnya malam. Penerangan minim dan kondisi lingkungan yang sunyi membuat tempat itu jauh dari kata aman.

Sejak sang ibu meninggal dunia, Olin hanya hidup berdua dengan ayahnya, Roni Susanto (60). Kehilangan tempat tinggal menjadi awal dari rangkaian kesulitan hidup yang mereka alami. Rumah keluarga mendiang ibu Olin yang sempat ditempati dijual oleh pihak keluarga, membuat mereka berpindah – pindah dan tidak lagi memiliki tempat untuk pulang.

“Sejak rumah itu dijual, kami tidak punya tempat tinggal. Akhirnya saya buatkan gubuk kecil di bawah jembatan ini untuk bertahan,” tutur Roni dengan suara lirih, Rabu (17/12/2025).

Keterbatasan ekonomi membuat kehidupan sehari-hari mereka jauh dari layak. Untuk sekadar makan, Roni dan Olin kerap harus menahan lapar. Dalam sehari, bisa makan satu kali saja sudah dianggap cukup beruntung.

Bantuan dari warga sekitar datang sesekali, namun belum mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka. Rasa aman pun menjadi kemewahan yang sulit dirasakan Olin. Kawasan yang sepi, gelap, dan minim pengawasan membuat sang ayah terus diliputi kekhawatiran, terlebih anaknya seorang perempuan.

“Kalau malam saya tidak pernah tenang. Tempat ini sepi dan gelap,” ujar Roni.

Roni mengaku telah berupaya mencari bantuan dengan mendatangi perangkat desa hingga pihak kecamatan. Namun, kendala administrasi kependudukan membuat bantuan yang diharapkan belum juga terealisasi.

“Katanya masih proses, disuruh menunggu. Sampai sekarang belum ada kejelasan,” katanya.

Sementara itu, saat tim Sudutkota.id berupaya mengonfirmasi ke Kantor Desa Bululawang, tidak ada satu pun perangkat desa yang dapat ditemui karena tengah mengikuti rapat. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi terkait kondisi warganya yang bertahan hidup di bawah jembatan talang air tersebut.

Di balik wajah polosnya, Olin menyimpan harapan sederhana: hidup layak dan aman seperti anak-anak lain seusianya. Sang ayah pun berharap uluran tangan datang bukan semata karena rasa iba, tetapi atas dasar kemanusiaan.

“Saya hanya ingin anak saya aman dulu. Soal administrasi bisa menyusul, yang penting kemanusiaannya,” pungkas Roni.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *