Hukum

Gugat Keluarga Sendiri! Pengusaha Toko Mas di Malang Seret Menantu dan Besan ke Pengadilan

85
×

Gugat Keluarga Sendiri! Pengusaha Toko Mas di Malang Seret Menantu dan Besan ke Pengadilan

Share this article
Kasus perdata bernilai miliaran rupiah kembali menggemparkan warga Kota Malang. Seorang pengusaha perhiasan, Fitri Awaliyah (55), pemilik Toko Mas ternama di Malang resmi melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap empat orang yang masih satu lingkar keluarga termasuk menantu dan besannya sendiri.
Kuasa hukum tergugat, Abdul Mujib, usai mengikuti sidang mediasi di Pengadilan Negeri Kota Malang. (foto: sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Kasus perdata bernilai miliaran rupiah kembali menggemparkan warga Kota Malang. Seorang pengusaha perhiasan, Fitri Awaliyah (55), pemilik Toko Mas ternama di Malang resmi melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap empat orang yang masih satu lingkar keluarga termasuk menantu dan besannya sendiri.

Para tergugat tersebut masing-masing adalah Endang Suprihatin (58) sebagai tergugat I, Agus Suratman (64) sebagai tergugat II, Januarista Poppy Mercelina Suratman (32) sebagai turut tergugat I, dan Riyan (33) sebagai turut tergugat II. Diketahui, Riyan adalah anak dari Fitri, sementara Januarista adalah menantunya. Sedangkan Agus dan Endang merupakan orang tua dari sang menantu.

Perkara ini terdaftar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang dengan nomor 280/Pdt.G/2025/PN.Mlg, dan saat ini tengah dalam tahap mediasi. Gugatan tersebut dilayangkan pada 15 September 2025 lalu, dengan nilai klaim mencapai Rp 1,04 miliar.

Dalam berkas gugatan yang diterima pengadilan, Fitri menuding para tergugat telah meminjam uang miliknya sebesar Rp 1,04 miliar. Dana itu disebut digunakan untuk melunasi pinjaman di salah satu koperasi di Kota Blitar dan membeli rumah di Perumahan River Front, Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.

Namun, hingga kini, uang tersebut tak kunjung dikembalikan. Fitri pun menggugat agar para tergugat segera mengembalikan dana pinjaman itu atau menyerahkan dua bidang tanah berikut bangunan di Blitar dan Kota Malang sebagai pengganti.

Selain itu, penggugat juga meminta agar majelis hakim menjatuhkan uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 10 juta per hari bila tergugat tidak menjalankan putusan setelah perkara berkekuatan hukum tetap.

Sidang mediasi yang digelar Kamis (23/10/2025) di PN Kota Malang belum membuahkan hasil. Pihak penggugat hadir bersama kuasa hukumnya Sumanto, S.H., namun para tergugat tidak hadir dengan alasan kurang sehat.

“Penggugat sudah beritikad baik hadir untuk mediasi. Tapi para tergugat tidak datang, padahal ini masalah keluarga. Kalau memang mau menyelesaikan secara baik-baik, seharusnya hadir. Ini soal tanggung jawab,” tegas Sumanto seusai persidangan.

Ia menambahkan, pihaknya hanya ingin uang penggugat dikembalikan sesuai nominal yang dipinjam. Jika tidak, gugatan akan dilanjutkan ke sidang pokok perkara.

Sementara itu, kuasa hukum tergugat I, II, dan turut tergugat I, Abdul Mujib, membantah keras tuduhan tersebut. Menurutnya, kliennya tidak pernah memiliki utang kepada penggugat.

“Klien saya tidak pernah merasa berutang kepada penggugat. Tuduhan bahwa ada pinjaman Rp180 juta dan Rp860 juta itu tidak benar sama sekali,” tegas Abdul Mujib usai mengikuti sidang di PN Kota Malang.

Mujib menjelaskan, persoalan ini sebenarnya berawal dari konflik rumah tangga antara Riyan dan Januarista, yang kini tengah dalam proses perceraian di Pengadilan Agama Kota Malang. Namun, konflik tersebut kemudian berkembang menjadi perkara perdata karena dugaan pinjaman uang dari pihak ibu kepada keluarga besan.

Lebih jauh, Abdul Mujib juga mengungkapkan adanya kejanggalan terkait keberadaan dua sertifikat hak milik (SHM) milik kliennya yang kini berada di tangan penggugat.

“Dulu SHM rumah di Blitar dan River Front itu hanya dititipkan kepada anak dan menantu tergugat untuk disimpan di rumah Permata Jingga. Tapi entah bagaimana bisa berpindah tangan dan sekarang dipegang penggugat. Itu jelas tidak wajar,” ujarnya.

Menurutnya, hal tersebut perlu diselidiki karena ada dugaan pelanggaran dalam perpindahan dokumen tersebut.

“Kalau dokumen resmi seperti SHM bisa berpindah tanpa dasar hukum yang sah, berarti ada tindak pelanggaran. Ini bukan sekadar soal utang, tapi juga soal hak atas kepemilikan,” tambah Mujib.

Dari hasil mediasi kemarin, hakim mediator memberikan waktu tambahan kepada kedua belah pihak untuk melakukan mediasi lanjutan pada 30 Oktober 2025. Jika masih tidak tercapai kesepakatan, maka perkara akan berlanjut ke sidang pokok perkara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *