Sudutkota.id – Sebuah terobosan baru dilakukan Pemerintah Kota Malang melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispangtan). Untuk pertama kalinya, petani di Kota Malang akan didaftarkan ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Langkah ini dinilai penting untuk memberikan perlindungan sosial sekaligus jaminan kerja bagi pelaku sektor pertanian yang selama ini masih minim akses terhadap jaminan ketenagakerjaan.
Kepala Dispangtan Kota Malang, Slamet Husnan, menjelaskan bahwa program ini diluncurkan sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap nasib petani. Menurutnya, petani tidak hanya berperan sebagai penggerak ekonomi di pedesaan, tetapi juga merupakan garda terdepan dalam menjaga ketahanan pangan di Kota Malang.
“Petani setiap hari bekerja dengan risiko yang tinggi, mulai dari kecelakaan kerja di sawah dan ladang, gangguan kesehatan akibat aktivitas fisik, hingga musibah lain yang bisa terjadi kapan saja. Dengan adanya kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, mereka akan merasa lebih tenang karena terlindungi jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian,” ujar Slamet, Selasa (9/9/2025).
Ia menambahkan, pola pendaftaran akan dilakukan secara berkelompok melalui kelompok tani dan gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang tersebar di Kota Malang. Dengan cara ini, pendaftaran dapat berjalan lebih terkoordinasi, terarah, serta menyasar petani yang benar-benar aktif di lapangan. Pemerintah Kota juga sudah menyiapkan skema pembiayaan secara bertahap, agar tidak menimbulkan beban berlebih bagi petani.
Lebih jauh, Slamet menegaskan bahwa manfaat program ini tidak hanya dirasakan langsung oleh para petani, tetapi juga keluarga mereka. Misalnya, ketika seorang petani mengalami musibah atau meninggal dunia, ahli waris akan memperoleh santunan dari BPJS Ketenagakerjaan. Hal itu diharapkan dapat meringankan beban keluarga sekaligus menjadi bentuk kehadiran negara bagi warganya.
“Program ini bukan hanya soal administrasi kepesertaan, tetapi juga bentuk nyata bagaimana pemerintah hadir untuk melindungi mereka yang selama ini kurang diperhatikan. Kami ingin agar para petani tidak merasa sendiri ketika menghadapi risiko kerja,” jelasnya.
Slamet juga menyinggung soal data kepesertaan tenaga kerja di Kota Malang. Berdasarkan laporan BPJS Ketenagakerjaan, saat ini baru sekitar 41 persen tenaga kerja di Kota Malang yang sudah terlindungi. Angka ini dinilai masih rendah, terutama jika melihat dominasi pekerja di sektor informal seperti petani, pedagang, hingga buruh harian.
“Kalau kita bandingkan dengan data nasional, tingkat kepesertaan pekerja sektor informal baru sekitar 32,3 persen. Artinya, masih ada 67 persen pekerja yang belum memiliki perlindungan ketenagakerjaan. Kondisi ini tentu harus segera diatasi, dan langkah awalnya adalah melibatkan sektor pertanian yang memiliki jumlah tenaga kerja cukup besar,” terang Slamet.
Ia berharap, dengan adanya langkah pertama dari Kota Malang ini, petani bisa lebih bersemangat bekerja karena ada jaminan perlindungan sosial. Selain itu, Slamet juga optimistis bahwa program ini akan menjadi pintu masuk untuk memperluas cakupan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di sektor informal lainnya.
“Program ini akan menjadi agenda berkelanjutan. Tahun-tahun berikutnya, jumlah peserta akan terus kami tambah sampai semua petani di Kota Malang bisa terdaftar. Kami juga berharap model ini bisa ditiru oleh daerah lain agar semakin banyak pekerja informal yang terlindungi,” pungkasnya.



















