Sudutkota.id – Wacana peluncuran Trans Jatim di Malang Raya masih menimbulkan pro dan kontra. Setelah sopir angkot menyuarakan keresahan dan DPRD Kota Malang memberi peringatan agar Pemprov Jatim tidak terburu-buru, kini giliran Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang memberi penjelasan.
Kepala Dishub Kota Malang, Wijaya Saleh Putra, menegaskan bahwa pihaknya hingga saat ini belum menerima laporan teknis maupun jadwal resmi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur terkait rute Trans Jatim di Malang.
“Kami belum mendapatkan laporan secara teknis. Sampai sekarang masih menunggu petunjuk dari Dinas Perhubungan Provinsi, termasuk soal rute maupun halte yang akan digunakan,” kata Wijaya saat dihubungi wartawan sudutkota.id melalui telepon, Selasa (16/9/2025) sore.
Menurut Wijaya, Trans Jatim sepenuhnya merupakan program Provinsi Jawa Timur, sementara Pemerintah Kota Malang hanya bersifat mendukung. Namun, ia menekankan pentingnya koordinasi agar keberadaan bus Trans Jatim tidak merugikan angkutan kota (mikrolet) yang sudah ada sejak lama.
“Trans Jatim itu program provinsi, bukan kota. Jadi posisi kami mendukung agar program itu bisa terwujud. Tapi memang perlu ada diskusi lebih lanjut terkait rute Trans Jatim dengan rute angkutan kota yang sudah ada supaya tidak saling tumpang tindih,” jelasnya.
Dari informasi sementara yang beredar, salah satu rute Trans Jatim yang direncanakan melintas dari kawasan Arjosari – Blimbing – Alun-alun Kota Malang hingga ke Batu. Rute ini diperkirakan akan bersinggungan dengan jalur mikrolet seperti AL, ADL, LDG, dan GA, yang selama ini menjadi tumpuan pendapatan sopir angkot.
Kondisi inilah yang kemudian menimbulkan kekhawatiran sopir angkot. Mereka menilai, jika Trans Jatim benar-benar berjalan tanpa ada solusi kompensasi atau rekayasa trayek, maka ribuan sopir angkot akan kehilangan penumpang.
Data Dishub Kota Malang mencatat saat ini terdapat 47 trayek mikrolet dengan sekitar 1.500 armada aktif yang masih beroperasi. Jumlah ini sudah jauh berkurang dibanding satu dekade lalu, ketika jumlah armada mencapai lebih dari 3.500 unit.
“Prinsipnya jangan sampai ada pihak yang merasa dirugikan. Pemerintah provinsi tentu punya niat baik menghadirkan transportasi massal yang nyaman, tapi di sisi lain para sopir angkot juga perlu dipikirkan keberlangsungan hidupnya,” tambah Wijaya.
Wijaya mengakui bahwa hingga kini pihaknya belum menerima paparan resmi soal rute, halte, maupun skema integrasi dengan angkot yang ada. Karena itu, Pemkot Malang hanya bisa menunggu keputusan final dari Pemprov Jatim.
“Kalau dari Dewan kan intinya meminta supaya jangan terburu-buru sebelum ada pembahasan matang. Itu bagus, karena memang semua pihak perlu dilibatkan. Kami di kota sifatnya menunggu dan siap mengikuti kebijakan provinsi,” tegasnya.
Sebelumnya, Forum Komunikasi Paguyuban Angkot Kota Malang telah mendatangi DPRD Kota Malang dan menyampaikan penolakan tegas atas rencana peluncuran Trans Jatim. Mereka berharap ada solusi yang adil agar nasib sopir angkot tidak semakin terpuruk.




















