Sudutkota.id – Apel Batu memang terkenal di mana-mana. Bahkan olahan dari apel, seperti keripik apel juga dikenal dari Kota Batu. Namun, jarang yang tahu bahwa apel yang digunakan untuk membuat keripik apel batu ternyata tak semua diambil dari kebun apel yang ada di Kota Batu.
Seperti disampaikan salah satu pengusaha keripik apel asal Kota Batu, Khamim Tohari, bahwa produksi apel dari kebun-kebun apel di Kota Batu setiap tahunnya terus menurun. Sehingga jumlahnya tak memenuhi kebutuhan untuk pasar maupun produksi keripik apel di Kota Batu.
Setiap harinya, apel yang diambil dari Kota Batu hanya sedikit dan lebih banyak dari luar daerah seperti Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan dan Poncokusumo, Kabupaten Malang.
“Kebutuhan apel saya perharinya 1,2 ton dan hanya lima kwintal yang bisa diperoleh di Kota Batu. Sedangkan tujuh kwintal sisanya didapatkan dari luar daerah, seperti Nongkojajar dan Poncokusumo,” ungka pria sebagai Owner Keripik Kendedes Fruit Selecta itu, Rabu (1/5/2024).
Langkah tersebut diambil untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus membludak terutama saat liburan lebaran Idul Fitri kemarin yang meningkat hingga 70 persen.
Tak hanya langka, pihaknya juga menegaskan semakin sedikitnya stok di Kota Batu membuat harga apel juga ikut-ikutan naik yang sebelumnya Rp 3.500 perkilogram kini menjadi Rp 5.500 perkilogram.
“Hal yang sama di keluhkan oleh pengusaha kripik apel yang lain, meskipun saya tidak hanya fokus di apel karena juga ada keripik nangka, salak, dan pisang. Namun keripik apel masih menjadi primadona,” ujarnya.
Meski kadang mendapatkan harga apel yang lebih murah di daerah lain daripada Kota Batu, namun menurutnya harga yang didapatkan cenderung masih mahal karena harus mengeluarkan biaya transportasi.
“Karena hanya apel jenis manalagi yang dapat diolah menjadi keripik, sedangkan apel jenis anna dan apel jenis room beauty tidak dapat diolah karena terlalu banyak menyerap minyak,” jelasnya.
Pria yang saat ini juga menjabat sebagai Ketua Komisi C DPRD Kuta Batu itu berharap, pemerintah bisa segera memandang hal ini sebagai salah satu hal yang serius, karena apel sendiri adalah ikon Kota Batu.
“Setidaknya eksekutif bisa lebih memberikan perhatian Poktan (Kelompok Tani) apel seperti memberi bantuan pupuk, pestisida, dan lain sebagainya yang dikeluhkan petani karena harganya terus meroket,” tutupnya. (Dn)