Sudutkota.id- Data organisasi kesehatan dunia (WHO) mencatat bahwa setiap tahun ada sekitar 800.000 orang melakukan bunuh diri. Angka tersebut menempatkan bunuh diri sebagai salah satu penyebab kematian terbanyak kedua di dunia.
WHO bahkan mengatakan bahwa ada satu orang yang meninggal karena bunuh diri setiap 40 detik, di mana yang paling sering dilakukan oleh usia muda antara usia 15–24 tahun.
Ada beragam alasan yang melatarbelakangi keputusan bunuh diri seseorang. Namun ternyata keputusan untuk mengakhiri hidup berkaitan dengan kondisi otak.
Seperti dikutip dari halodoc, tim peneliti dari Universitas Cambridge yang dipimpin oleh dr. Anne Laura Van Harmelen melalui penelitian jangka panjang dengan melibatkan 12.000 orang peserta.
Mereka mengamati perubahan struktur dan fungsi otak dari semua peserta, kemudian mereka menemukan bahwa manusia disebut memiliki dua jaringan otak yang bisa memicu dan meningkatkan keinginan untuk bunuh diri.
Jaringan pertama disebut dengan prefrontal cortex ventral dan lateral. Jaringan ini menghubungkan area otak frontal atau bagian depan serta bertugas dalam mengatur emosi.
Ada beragam faktor yang bisa menyebabkan terjadinya perubahan pada jaringan tersebut. Saat terjadi perubahan, akan tercipta pikiran negatif yang berlebihan.
Sementara jaringan kedua memiliki fungsi menghubungkan korteks prefrontal dorsal dan sistem gyrus frontal inferior. Jaringan ini berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan serta mengendalikan perilaku seseorang.
Perubahan yang terjadi pada bagian ini, terutama yang bersifat negatif bisa meningkatkan atau memicu keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri.
Saat ada perubahan pada kedua jaringan ini, seseorang menjadi rentan berpikiran negatif dan berujung pada bunuh diri.
Peneliti berharap temuan ini kedepannya bisa dimanfaatkan untuk membantu menekan angka bunuh diri di dunia.
Karena baru-baru ini, Korea Selatan disebut sebagai salah satu negara yang mengalami peningkatan angka bunuh diri. Dalam tahun 2019 saja, tercatat ada 4 artis Korea yang memutuskan bunuh diri. Kasus bunuh diri artis ini dikaitkan dengan kondisi depresi.
Suicide awareness voices of education (SAVE) mencatat bahwa depresi menjadi penyebab tersering seseorang bunuh diri, dan Laki-laki disebut memiliki risiko hingga 4 kali lebih tinggi untuk melakukan bunuh diri dibanding perempuan. Namun, risiko depresi malah ditemukan lebih tinggi pada perempuan.
SAVE menyebut bahwa perempuan memiliki risiko lebih tinggi mengalami depresi, yaitu 2 kali lipat lebih besar dibandingkan laki-laki. Keinginan untuk bunuh diri pun cenderung lebih tinggi pada perempuan.
Sayangnya, hingga kini kesadaran untuk mencegah perilaku bunuh diri belum banyak tumbuh. (Aam)