Sudutkota.id – Merespon dinamika dalam internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dzuriyah pendiri Nahdlatul Ulama (NU) asal Jombang, Jawa Timur, angkat bicara.
Dzuriyah pendiri NU, KH Hasib Wahab Chasbullah, menyerukan agar polemik di tubuh PBNU tidak diselesaikan dengan opsi pemberhentian Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf.
Menurutnya, wacana memakzulkan ketua umum justru dapat menciptakan preseden buruk bagi organisasi sebesar NU. Karena itu, ia menyatakan kesiapannya untuk menjadi jembatan dialog antara jajaran Syuriah dan Tanfidziyah PBNU.
Gus Hasib menegaskan persoalan yang muncul semestinya diselesaikan melalui forum resmi yang menghadirkan kedua unsur pimpinan PBNU secara terbuka.
“Saya kira masalah ini bisa diselesaikan lewat rapat PBNU dan Syuriah,” ujarnya, Selasa (25/11/2025).
Ia menilai polemik yang berkembang dipicu oleh informasi yang tidak utuh. Bahkan, ia menegaskan bahwa berdasarkan AD/ART NU, Rais Aam tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikan ketua umum.
“Surat itu sendiri belum jelas,” imbuhnya.
Melihat eskalasi yang terjadi, Gus Hasib mengambil inisiatif untuk menggalang musyawarah keluarga besar pendiri NU. Para putra-putri dan cucu pendiri NU disebut segera berkumpul untuk mencari titik temu.
Selain itu, sejumlah kiai sepuh serta jajaran Mustasyar PBNU juga akan dilibatkan dalam upaya memediasi agar konflik internal tidak merembet lebih jauh.
“Dalam waktu dekat kami, dzuriyah pendiri NU, akan bermusyawarah. Kita akan berusaha mengislahkan bersama para kiai sepuh,” ujarnya.
Perlu diketahui, KH Mohammad Hasib Wahab Chasbullah merupakan putra dari KH Abdul Wahab Hasbullah, Pahlawan Nasional sekaligus tokoh sentral pendiri NU.
Ia lahir 3 Desember 1949 di Tambakberas, Jombang, Gus Hasib tumbuh dalam tradisi kuat perjuangan dan pemikiran NU.
Ayahnya pernah menjabat Rais Aam PBNU selama lebih dari dua dekade (1947–1971) serta dikenal sebagai tokoh penting kelahiran Gerakan Pemuda Ansor.
Dengan latar belakang tersebut, Gus Hasib berharap dinamika internal PBNU dapat mereda dan organisasi kembali fokus pada khidmah keumatan.




















