Sudutkota.id – Kebijakan mutasi pejabat Pemkab Jombang, Jawa Timur kembali menjadi sorotan publik. Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK), Aan Anshori, menilai rangkaian rotasi yang dilakukan Bupati Jombang Warsubi dan Wakil Bupati Gus Salman belum memberikan dampak nyata terhadap pelayanan publik maupun kesejahteraan masyarakat.
Aan menyebut sejak pasangan Warsubi–Gus Salman dilantik, Pemkab Jombang sudah dua kali melakukan mutasi besar. Namun dua gelombang mutasi pejabat tersebut dinilai belum menyelesaikan persoalan mendasar warga.
“Aku sampai pusing memikirkan mutasi-mutasi ini. Objektifnya apa, targetnya apa, dan apa dampaknya. Sampai sekarang belum terlihat ada perubahan signifikan,” ujar Aan, Selasa (11/11/2025).
Menurutnya, setelah dua kali mutasi, pelayanan publik dan indikator pembangunan masih stagnan. Ia menyoroti angka stunting yang tidak turun signifikan, kemiskinan yang tetap tinggi, hingga iklim ekonomi Jombang yang dinilai tidak bergerak.
“Dampak konkret bagi masyarakat masih sangat kurang. Stunting tidak turun, kemiskinan tidak berubah, ekonomi juga mandek,” jelasnya.
Aan juga menyebut rumah tak layak huni (RTLH) di Jombang belum menunjukkan perbaikan berarti. Hal itu, menurutnya, menunjukkan mutasi tidak berbasis evaluasi kinerja.
Ia menyoroti lemahnya kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Jombang yang disebut tidak membaik meski mutasi dilakukan berkali-kali. Aan mencontohkan penyerapan APBD Jombang hingga pekan kedua November 2025 baru mencapai 71 persen.
“Ini sudah mau Desember, tapi progres APBD baru 71 persen. Itu menunjukkan kinerja yang buruk,” katanya.
Bahkan, Dinas Perkim Jombang disebut baru menyerap kurang dari 43 persen anggaran.
Aan mengkritik mutasi yang dilakukan Bupati Warsubi karena dinilai tidak pernah disertai penjelasan objektif kepada publik. Masyarakat, menurutnya, tidak tahu alasan di balik rotasi pejabat.
“Warsubi sedikit-sedikit mutasi tanpa penjelasan. Publik tidak tahu apakah pejabat yang digeser itu memang berkinerja buruk atau ada faktor lain,” ucapnya.
Ketertutupan ini, lanjut Aan, membuat mutasi hanya tampak sebagai ritual seremonial tanpa fungsi evaluasi kinerja ASN.
“Kalau tidak ada penilaian objektif, mutasi tidak punya wibawa sebagai reward and punishment,” tuturnya.
Aan juga mewanti-wanti potensi praktik komersialisasi jabatan dalam proses mutasi di daerah. Meski ia percaya Warsubi dan Gus Salman tidak terlibat, namun ia menyoroti kemungkinan adanya pergerakan dari pihak lain.
“Saya percaya Warsubi dan Gus Salman tidak melakukan komersialisasi, tetapi bagaimana dengan orang-orang di sekelilingnya?” ujarnya.
Ia bahkan berencana mengirim surat ke KPK untuk meminta lembaga antikorupsi itu memantau proses mutasi pejabat Jombang.
“Di beberapa daerah, mutasi digunakan sebagai alat korupsi. Karena sering dilakukan, saya berencana menyurati KPK agar memantau,” katanya.
Aan menilai mutasi yang digelar Pemkab Jombang sejauh ini belum mampu menggerakkan perbaikan pelayanan publik maupun capaian pembangunan daerah.
“Yang terlihat, mutasi hanya seperti festival saja. Tidak ada perubahan signifikan pada kinerja OPD,” tuturnya.
Ia berharap Bupati Warsubi lebih terbuka terkait capaian kinerja dan mengevaluasi OPD yang tidak mencapai target.
“Masyarakat Jombang rindu implementasi janji-janji. Jika belum optimal, sampaikan alasannya dan lakukan perbaikan, bukan sekadar menggelar festival,” pungkasnya.




















