Daerah

Ludi Tanarto Dorong Konsep Batu Bernuansa Desa Jadi Ruh Pembangunan

74
×

Ludi Tanarto Dorong Konsep Batu Bernuansa Desa Jadi Ruh Pembangunan

Share this article
Ludi Tanarto Dorong Konsep Batu Bernuansa Desa Jadi Ruh Pembangunan
Wakil Ketua II DPRD Kota Batu, Ludi Tanarto.(foto:sudutkota.id/rsw)

Sudutkota.id – Di balik gegap gempita menjelang HUT ke-24 Kota Batu pada 17 Oktober 2025, muncul gagasan yang menggugah, yaitu Kota Bernuansa Desa. Sebuah konsep yang tak sekadar romantisme masa lalu, tetapi ajakan untuk meneguhkan jati diri Batu yang tumbuh dari akar kehidupan pedesaan.

Gagasan itu mengemuka dalam sarasehan reflektif bertema “Refleksi Menuju Seperempat Abad Kota Batu Sebagai Daerah Otonom” yang digelar Kelompok Kerja (Pokja) Peningkatan Status Kota Batu di Graha Pancasila, Balai Kota Among Tani, Selasa (14/10/2025).

Dalam forum itu, para tokoh dan akademisi sepakat: Batu harus berkembang tanpa kehilangan napas desa yang melahirkannya.

Wakil Ketua II DPRD Kota Batu, Ludi Tanarto, mendorong konsep ini menjadi arah nyata pembangunan daerah. Menurut politisi PKS itu, Kota Bernuansa Desa sebaiknya tidak berhenti di tataran wacana, melainkan diterjemahkan menjadi strategi pembangunan yang berpihak pada kearifan lokal.

“Saya sangat setuju dan mengusulkan agar istilah Kota Bernuansa Desa dijadikan arah pembangunan Kota Batu. Dari awal wajah Batu memang desa, dan itu justru identitas yang harus kita rawat,” ujarnya, Rabu (15/10/2025).

Ludi menegaskan, semangat pembangunan harus berpijak pada nilai-nilai desa seperti musyawarah, gotong royong, serta partisipasi masyarakat lokal.

Ia bahkan mendorong pembentukan lembaga adat di tingkat desa maupun kota, agar perencanaan pembangunan melalui Musrenbang benar-benar lahir dari aspirasi masyarakat, bukan sekadar formalitas.

“Kalau arah pembangunan berpihak ke desa, lembaga adat bisa ikut terlibat. Jadi Musrenbang bukan hanya acara seremonial, tapi hasil rembugan warga,” ucapnya.

Bagi Ludi, kemajuan dan modernisasi bukan berarti meninggalkan akar sosial budaya. Beton, teknologi, dan tata kota modern boleh berkembang, asalkan tetap menghidupkan rasa kebersamaan khas pedesaan.

“Modernisasi itu perlu, tapi jangan hilangkan nuansa desa. Masyarakat Batu harus cerdas dan melek teknologi, namun tetap menjunjung musyawarah dan gotong royong,” imbuhnya.

Ia mencontohkan, pembangunan yang ideal adalah pembangunan yang tetap menjaga harmoni sosial. Proses perizinan, misalnya, sebaiknya melalui musyawarah warga, sehingga meminimalisir gesekan atau permasalahan.

“Begitu juga dengan sektor ekonomi, di mana pemberdayaan masyarakat lokal harus menjadi prioritas agar manfaat pembangunan benar-benar dirasakan warga Batu sendiri,” katanya.

Tak hanya itu, Ludi juga mengingatkan pentingnya menghidupkan kembali semangat gotong royong. Menurutnya, dunia usaha pun punya peran besar dalam memperkuat konsep ini. Melalui program CSR yang berpihak pada masyarakat desa, perusahaan bisa ikut membangun Batu yang berkarakter sosial kuat.

“Kultur gotong royong harus menjadi nafas pembangunan. Jika masyarakat dan pelaku usaha dilibatkan, arah pembangunan Batu akan lebih kokoh dan berkelanjutan,” katanya.

Dengan dominasi wilayah pedesaan yang masih kuat, Ludi menilai Batu sangat cocok mengusung konsep Kota Bernuansa Desa. Selain menjaga keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian budaya, gagasan ini juga menjadi daya tarik wisata sekaligus ciri khas identitas Batu.

“Kita bisa jual konsep itu. Batu tetap modern, tapi hangat, guyub, dan punya identitas. Kota Bernuansa Desa bisa menjadi arah pembangunan yang jelas sekaligus daya tarik wisata kita,” tuturnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *