Sudutkota.id – Dugaan adanya praktik pungutan liar (pungli) di sekolah menengah atas dan kejuruan negeri di wilayah Kabupaten Malang jadi sorotan anggota legislatif provinsi. Mereka melarang keras pungutan tersebut dengan dalih apapun.
Anggota DPRD Jawa Timur, Dr. H. Puguh Pamungkas, MM, menegaskan bahwa aturan jelas melarang pungutan dengan dalih apa pun di SMA, SMK, maupun SLB di seluruh Jawa Timur.
“Pungutan dengan dalih apapun, mengatasnamakan apapun, untuk SMA, SMK, SLB di seluruh Jawa Timur, itu tidak diperbolehkan,” tegasnya, pada sudutkota.id, Kamis (25/9/2025),
Meski keberadaan komite sekolah diakui melalui Permendikbud (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), mekanisme penggalangan dana hanya bisa dilakukan secara sukarela. Tidak ada ruang untuk pemaksaan, penentuan jumlah, maupun waktu pembayaran.
“Di dalam Permendikbud memang diperbolehkan komite melakukan penggalangan dana, tetapi sifatnya wajib sukarela, tidak boleh memaksa,” ujarnya.
Menurut anggota dewan dari dapil Malang Raya ini, latar belakang ekonomi siswa di SMA dan SMK sangat beragam. Ada yang berasal dari keluarga mampu, tetapi tidak sedikit pula dari kelompok penerima manfaat bantuan sosial pemerintah.
“Banyak siswa yang berasal dari keluarga penerima PIP atau PKH, bahkan dari desil 1–3 kelompok miskin ekstrem, jadi tidak boleh ada pungutan pada mereka,” katanya.
Ia menambahkan, saat ini tengah didorong lahirnya peraturan gubernur (Pergub) terkait peran serta masyarakat dalam pendidikan. Aturan itu diharapkan memberi kejelasan bagi sekolah dan komite agar tidak salah langkah dalam menggalang dukungan dana.
“Kita sedang dorong agar Pergub segera terbit supaya ada landasan hukum yang jelas,” ucap Puguh.
Praktik pungutan liar, lanjutnya, tidak hanya terjadi di SMKN 1 Kepanjen, melainkan juga di berbagai daerah di Jawa Timur. Kasus serupa sempat mencuat di salah satu SMA di Kabupaten Trenggalek hingga harus dimediasi di DPRD Jatim.
“Dengan alasan apapun pungutan itu tidak diperbolehkan, yang boleh hanyalah sumbangan sukarela,” tegasnya kembali.
Lebih jauh, Puguh mengingatkan pentingnya transparansi dalam setiap penggalangan dana. Komite sekolah wajib menyertakan laporan penggunaan dana, rencana anggaran belanja (RAB), serta membuka informasi kepada seluruh wali murid.
“Kalau ada sumbangan, itu harus transparan, ada laporan, ada RAB, dan diketahui semua wali murid,” katanya.
Menutup pernyataannya, Puguh meminta masyarakat yang merasa dirugikan untuk berani melapor. Laporan resmi bisa ditujukan ke DPRD Jawa Timur atau Ombudsman agar mendapat tindak lanjut.
“Kalau ada yang merasa dimintai pungutan, silakan laporkan dengan bukti resmi ke DPRD atau Ombudsman,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah orang tua siswa SMKN 1 Kepanjen, Kabupaten Malang, sempat mengeluhkan adanya permintaan sumbangan rutin sekolah sebesar Rp 250 Ribu per bulan.
“Namanya sumbangan kan tidak wajib, tapi ini kok jadi seperti kewajiban kalau telat malah dobel harus dilunasi,” ujar salah satu wali murid berinisial MC, Sabtu (20/9/2025), lalu.
Kondisi tersebut menimbulkan keresahan di kalangan orang tua murid. Terutama yang memiliki keterbatasan ekonomi. Mereka berharap pihak sekolah bisa lebih bijak dalam menyikapi permasalahan iuran agar tidak membebani siswa maupun orang tua.
“Kalau memang sumbangan, harusnya seikhlasnya, jangan sampai ada tekanan bagi yang tidak mampu,” kata MC.
Menanggapi hal tersebut, Kepala SMK Negeri 1 Kepanjen, Lasmono, sempat menampik. Ia menegaskan bahwa pihak sekolah belum memberlakukan iuran bagi siswa baru kelas 10.
Menurut dia, kebijakan terkait sumbangan masih menunggu keputusan resmi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Kami belum mengumpulkan iuran untuk kelas 10 karena masih menunggu Pergub yang sedang digodok di BPN,” terang Lasmono.




















