Daerah

DPRD Kota Malang Desak Pemerintah Pusat Percepat Pengangkatan Guru P3K

51
×

DPRD Kota Malang Desak Pemerintah Pusat Percepat Pengangkatan Guru P3K

Share this article
DPRD Kota Malang Desak Pemerintah Pusat Percepat Pengangkatan Guru P3K
Anggota Komisi D DPRD Kota Malang, Ginanjar Yoni Wardoyo, saat diwawancarai awak media usai menghadiri pelantikan Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Kota Malang di Balaikota, Senin (8/9/2025).(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Masalah pengangkatan guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) kembali mencuat di Kota Malang. Anggota Komisi D DPRD Kota Malang, Ginanjar Yoni Wardoyo, menegaskan bahwa ratusan guru honorer hingga kini masih belum mendapat kepastian status meski telah lama mengabdi.

Proses pengangkatan guru P3K di Kota Malang masih menyisakan pekerjaan rumah. Dari total sekitar 1.500 formasi, lebih dari 1.200 guru telah resmi diangkat. Namun, masih ada kurang dari 300 guru yang hingga kini belum mendapat kepastian status.

Kondisi ini, menurut Ginanjar, menjadi tamparan bagi sistem pendidikan nasional karena tenaga pendidik yang seharusnya mendapat penghargaan justru terabaikan.

“Ini bukan sekadar soal administrasi, tapi menyangkut nasib dan masa depan para pendidik. Catatan kami di Komisi D, jangan sampai keterlambatan pengangkatan seperti kasus sebelumnya terulang lagi. Guru-guru ini sudah mengabdi, mereka menunggu kepastian, bukan janji,” tegas Ginanjar, Senin (8/9/2025).

Dalam pernyataannya, Ginanjar mengkritik pola birokrasi yang terlalu bergantung pada instruksi pusat. Ia menekankan perlunya pemerintah daerah mengambil peran lebih aktif, melakukan koordinasi langsung dengan Kementerian Pendidikan maupun lembaga terkait.

“Kalau hanya menunggu instruksi, prosesnya bisa makin lama. Harus ada langkah jemput bola. Minimal dua tahun masa pengabdian seharusnya sudah cukup menjadi dasar pengangkatan. Tapi faktanya, aturan ini tidak berjalan sebagaimana mestinya,” jelasnya.

Ia menambahkan, guru yang sudah bertahun-tahun mengabdi justru tersisihkan karena keterbatasan formasi atau lambannya mekanisme. Akibatnya, sebagian besar dari mereka tetap berstatus guru honorer dengan pendapatan minim dan tanpa kepastian karier.

Menurut Ginanjar, lemahnya koordinasi antar-lembaga menjadi faktor utama keterlambatan pengangkatan. Padahal, setiap tahun banyak guru memasuki masa pensiun, sehingga kebutuhan pengangkatan tenaga pendidik baru sebenarnya sangat mendesak.

“Kalau koordinasi dijalankan dengan baik, mestinya mekanisme pengangkatan bisa lebih cepat. Jangan sampai kesempatan terbuang hanya karena birokrasi yang lambat. Banyak guru pensiun setiap tahun, kebutuhan tenaga baru nyata sekali. Kalau tidak segera ada solusi, sekolah-sekolah bisa kekurangan tenaga pendidik tetap,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ginanjar mendorong agar pemerintah pusat berani mengambil terobosan di luar pola birokrasi yang kaku. Menurutnya, masalah pengangkatan guru tidak bisa diselesaikan hanya dengan menunggu kuota formasi setiap tahun.

“Harus ada langkah out of the box. Kalau mekanisme yang ada tidak memberi ruang, maka perlu dicari pola baru agar guru tidak terkatung-katung. Kami di Komisi D siap membuka ruang kerja sama, baik koordinasi maupun jalur politik. Kalau memang dibutuhkan, kami siap menempuh langkah politik untuk mendesak percepatan kebijakan ini,” katanya.

Ginanjar juga mengingatkan bahwa ketidakpastian status guru berdampak langsung pada kualitas pendidikan. Guru yang tidak jelas statusnya akan sulit fokus pada tugas utama mendidik siswa. Hal itu bisa memengaruhi kualitas pembelajaran di kelas.

“Kalau guru merasa tidak dihargai, bagaimana mereka bisa maksimal mendidik anak-anak kita? Pendidikan adalah kunci masa depan bangsa. Nasib para guru tidak boleh dibiarkan menggantung. Pemerintah pusat harus memberi solusi nyata, bukan sekadar janji di atas kertas,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *