Pendidikan

Usai Dikukuhkan, Ketua PGRI Kota Malang Dorong Sekolah Terapkan Pembelajaran AI dan Coding

165
×

Usai Dikukuhkan, Ketua PGRI Kota Malang Dorong Sekolah Terapkan Pembelajaran AI dan Coding

Share this article
Usai Dikukuhkan, Ketua PGRI Kota Malang Dorong Sekolah Terapkan Pembelajaran AI dan Coding
Ketua PGRI Kota Malang yang baru, Agus Wahyudi, resmi dikukuhkan oleh Wali Kota, Wahyu Hidayat.(foto:sudutkota.id/mit)

Sudutkota.id – Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Malang yang baru, Agus Wahyudi, resmi dikukuhkan oleh Wali Kota Malang dalam sebuah prosesi yang berlangsung di Gedung PGRI Kota Malang, Jalan Tretes, Kelurahan Lowokwaru, Senin (4/8/2025) siang.

Acara pengukuhan tersebut turut dihadiri jajaran pejabat Dinas Pendidikan, para kepala sekolah, serta perwakilan guru dari seluruh jenjang pendidikan di Kota Malang.

Dalam sambutannya, Wali Kota Malang menyampaikan apresiasi atas kontribusi PGRI dalam menjaga semangat dan integritas profesi guru.

Ia berharap kepemimpinan Agus Wahyudi mampu membawa inovasi, terutama dalam menghadapi tantangan pendidikan era digital dan kecerdasan buatan.

“Saya percaya, di bawah kepemimpinan Pak Agus Wahyudi, PGRI bisa menjadi mitra strategis pemerintah dalam memperkuat kualitas guru dan mendorong transformasi pendidikan yang lebih adaptif,” ujar Wali Kota.

Usai dikukuhkan, Agus Wahyudi menyampaikan visinya kepada awak media. Ia menegaskan bahwa PGRI Kota Malang akan mengambil peran aktif dalam mengawal implementasi kurikulum pembelajaran mendalam (deep learning), coding, serta kecerdasan artifisial (AI) sesuai dengan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Kita ingin menyusun organ pembelajaran yang paling dekat dengan kebutuhan kekinian. Saat ini, arah kebijakan pusat jelas: pembelajaran mendalam, penguasaan coding, dan pemanfaatan AI,” kata Agus.

Ia mencontohkan, PGRI Kota Malang telah memulai inisiatif pelatihan literasi digital dan AI yang digelar di SMK Negeri 3 Kota Malang. Kegiatan tersebut berlangsung selama dua hari dan melibatkan 100 peserta dari berbagai sekolah, dari kapasitas ruangan maksimal 127 orang.

“Alhamdulillah, kegiatan berjalan lancar dan mendapat respons positif. Bahkan ada permintaan untuk pelatihan lanjutan. Ini menjadi awal yang baik,” ungkapnya.

Agus juga menyoroti persoalan literasi digital yang menurutnya masih menjadi tantangan besar di lingkungan pelajar Kota Malang. Menurutnya, meski anak-anak sudah terbiasa dengan gawai, namun banyak di antara mereka yang belum bijak dalam berinteraksi di ruang digital.

“Salah satu cara untuk menjawab tantangan ini adalah dengan intervensi melalui pembelajaran digital yang terstruktur. Bukan sekadar teknologi, tapi juga nilai-nilai dan etika digital,” tegasnya.

PGRI Kota Malang juga berkomitmen mendukung sekolah-sekolah dalam menerapkan kurikulum yang mengintegrasikan teknologi, tanpa meninggalkan kearifan lokal dan nilai-nilai kebangsaan.

Lebih jauh, Agus Wahyudi turut menyinggung isu klasik dalam dunia pendidikan: kekurangan guru dan ketimpangan jam mengajar, khususnya di tingkat SMP dan SD di Kota Malang. Ia mengakui masih banyak sekolah yang menghadapi kendala akibat berkurangnya jumlah guru aktif, terutama karena pensiun dan keterbatasan rekrutmen.

“Ada fakta lapangan yang tak bisa kita abaikan. Di beberapa SMP Negeri, ada guru purna tugas yang belum tergantikan. Ini berdampak pada kurangnya jam pembelajaran maksimal,” jelasnya.

Terkait kebijakan pemerintah pusat yang melarang penambahan tenaga honorer, Agus menyatakan bahwa PGRI tidak memiliki kewenangan langsung dalam rekrutmen, namun pihaknya terus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan untuk menyampaikan pemetaan kebutuhan guru.

“Kami hanya memetakan dan melaporkan kebutuhan. Perekrutan ada di tangan kementerian. Yang jelas, guru honorer yang telah masuk dalam database nasional dan memenuhi syarat akan kami dorong untuk bisa diangkat menjadi P3K,” katanya.

Agus juga berharap pemerintah pusat bisa mempercepat proses pengangkatan guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), mengingat kebutuhan yang mendesak di banyak sekolah.

Menutup pernyataannya, Agus Wahyudi mengutarakan rencana PGRI Kota Malang untuk menginisiasi model sekolah rakyat yang inklusif dan berbasis teknologi. Sekolah ini akan menjadi ruang alternatif untuk mengembangkan pembelajaran mendalam dan kecerdasan buatan dalam konteks lokal.

“Kami ingin ada sekolah rakyat yang jadi laboratorium pembelajaran. Di situ, guru dan siswa bisa eksplorasi AI, coding, dan nilai-nilai sosial secara kontekstual,” pungkasnya.(mit)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *