Infotainment

Maloka, Ruang Lintas Budaya yang Tumbuh dari Akar Komunitas

67
×

Maloka, Ruang Lintas Budaya yang Tumbuh dari Akar Komunitas

Share this article
Maloka, Ruang Lintas Budaya yang Tumbuh dari Akar Komunitas
In-house Kurator Maloka, Sapta Budiwasono, Usman Maulana, dan teman-teman penggerak komunitas barang antik indonesia.(foto:sudutkota.id/ris)

Sudutkota.id – Di tengah geliat kesenian dan kebudayaan lokal, hadir sebuah ruang baru bernama Maloka, yang tumbuh dari semangat komunitas dan cinta terhadap nilai-nilai warisan leluhur.

Maloka merupakan singkatan dari Malang, Loka, dan Kala. Tempat, ruang, dan waktu. Yang dirangkai menjadi wadah lintas seni dan budaya. Kurator in-house Maloka, Sapta Budiwasono, menyebut tempat ini sebagai ruang temu yang inklusif bagi semua pecinta seni.

“Harapannya, Maloka menjadi titik temu lintas seni dan budaya,” ujarnya, Sabtu (26/7/2025).

Menurut Sapta, konsep Maloka bukan hanya sekadar ruang pamer, melainkan juga sebagai inkubator kreatif. Di dalamnya bisa berkembang seni rupa, seni pertunjukan, seni kriya, hingga seni tradisional seperti barang-barang antik dan pusaka. Ia berharap Maloka mampu memantik tumbuhnya kolaborasi dari berbagai disiplin seni.

“Kami ingin Maloka menjadi semacam akar yang menumbuhkan banyak cabang,” katanya.

Keunikan Maloka terletak pada keberpihakannya terhadap warisan budaya lokal yang sering kali tercecer dan terlupakan. Sapta menjelaskan bahwa komunitas-komunitas seperti penggemar barang antik atau pecinta seni tradisional kerap kesulitan menemukan tempat berkumpul yang representatif.

Baca Juga :  Gagal Menanjak saat Lintasi Jalur Pantai Balekambang Malang, Bus Pariwisata dengan 25 Penumpang Terguling

“Maloka ingin hadir menjembatani itu semua,” tutur Sapta.

Lebih dari sekadar ruang komunitas, Maloka digagas untuk menjadi gerakan budaya yang berkelanjutan. Sapta membayangkan kelak akan hadir Maloka-Maloka lain di berbagai daerah yang saling terhubung dan bermuara pada sebuah festival budaya besar.

“Impian kami, Maloka tumbuh menjadi pohon besar bernama Maloka Art Fest,” ucapnya penuh harap.

Sementara itu, Usman Maulana, salah satu penggerak komunitas barang antik di wilayah Malang Selatan, menyambut hangat hadirnya Maloka. Ia menilai tempat ini menjadi jawaban dari kerinduan para kolektor dan pecinta sejarah akan ruang yang mendukung aktivitas mereka.

“Setiap Sabtu kami berkumpul di sini, berdiskusi dan saling berbagi cerita lewat barang pusaka,” ungkap Usman.

Usman yang berdomisili di Desa Wonosari, Kepanjen, menyebut aktivitas komunitas antik ini bukan hanya sekadar jual-beli atau barter barang. Lebih dari itu, ada nilai sejarah, budaya, dan keterikatan emosional yang menyatu dalam setiap benda yang dibawa.

Baca Juga :  Band Asal Kabupaten Malang DCUSTIC Siap Guncang Panggung Nasional

“Kami menyebutnya ‘okrok’, yaitu barter khas komunitas, tukar barang tanpa embel-embel materi,” katanya dengan semangat.

Lebih lanjut, Usman mengungkapkan bahwa komunitasnya memiliki cita-cita besar: membangun museum pusaka lokal di Kepanjen. Menurutnya, banyak koleksi yang layak untuk dipamerkan kepada publik agar generasi muda mengenal akar budaya mereka sendiri.

“Ada lukisan, naskah kuno, keris, lontar, dan peninggalan lain yang selama ini tersimpan di sudut-sudut desa,” jelasnya.

Ia berharap Maloka bisa menjadi cikal bakal gerakan pelestarian budaya yang lebih terstruktur dan mendapat dukungan dari masyarakat maupun pemerintah.

“Harapan kami, Maloka menjadi pusat pertemuan, bukan hanya bagi kolektor, tapi juga siapa pun yang cinta pada sejarah dan budaya,” pungkas Usman.(ris)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *