Sudutkota.id– Gencatan senjata antara Israel dan Iran yang diumumkan awal pekan ini nyaris gagal total hanya beberapa jam setelah dinyatakan berlaku. Ketegangan kembali memuncak ketika Israel menuduh Iran meluncurkan dua rudal ke wilayahnya tak lama setelah kesepakatan diumumkan. Militer Iran segera membantah tuduhan itu dan justru menuding Israel lebih dulu melakukan serangan.
Di tengah kebingungan ini, Presiden AS Donald Trump, yang mengklaim sebagai perantara gencatan senjata, menyatakan kekecewaannya terhadap kedua pihak, menyebut mereka sama-sama melanggar perjanjian.
“Iran melanggarnya tetapi Israel juga melanggarnya. Saya tidak senang dengan Israel,” terangnya dikutip dari AP News.
Ledakan mengguncang wilayah utara Israel pada Selasa pagi (25/06), disertai bunyi sirene peringatan. Seorang pejabat militer Israel menyebut dua rudal Iran berhasil dicegat. Namun, televisi pemerintah Iran melaporkan bahwa mereka tidak meluncurkan rudal apa pun setelah gencatan senjata dimulai, dan malah menuduh Israel menyerang lebih dulu.
Ketidakjelasan mengenai waktu pasti dimulainya gencatan senjata memperkeruh suasana, terutama karena pernyataan Trump sempat menyebut Iran akan menghentikan serangan lebih dulu dibanding Israel.
Trump kemudian menyatakan melalui media sosial bahwa pesawat tempur Israel telah “berbalik arah” dan tidak akan menyerang Iran, menandakan harapan agar kesepakatan tetap berjalan. Namun, tidak lama kemudian, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz menginstruksikan serangan lanjutan terhadap infrastruktur militer Iran, menyebut pelanggaran gencatan senjata sebagai alasannya.
Di saat bersamaan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa Israel telah mencapai seluruh tujuan perangnya, termasuk menekan ancaman dari program nuklir dan rudal balistik Iran.
Dari pihak Iran, Menteri Luar Negeri, Abbas Araghchi menyatakan negaranya tidak akan menembaki Israel jika tidak diserang lebih dulu, namun menegaskan bahwa keputusan akhir soal operasi militer masih akan dibahas lebih lanjut.
“Keputusan akhir mengenai penghentian operasi militer kami akan dibuat kemudian,” tegasnya.
Ayatollah Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Iran, sebelumnya menyampaikan melalui media sosial bahwa ia tidak akan tunduk pada tekanan luar, menandakan posisi Iran yang tetap keras.
Gedung Putih mengaku telah mengerahkan berbagai saluran diplomatik untuk menstabilkan situasi. Wakil Presiden JD Vance, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, dan utusan khusus Steve Witkoff menjalin komunikasi intensif dengan Iran, dibantu mediasi dari pemerintah Qatar. Meski begitu, belum ada kepastian tentang kelanjutan kesepakatan damai yang tampak rapuh sejak awal diumumkan.
Sementara itu, kekerasan di lapangan terus berlanjut. Israel melaporkan bahwa sebelum gencatan senjata diberlakukan, Iran menembakkan 20 rudal ke kota Beersheba, merusak bangunan padat penduduk dan menewaskan sedikitnya empat orang. Serangan juga melukai puluhan lainnya dan menyebabkan kerusakan parah di beberapa lingkungan permukiman.
Iran sebelumnya juga meluncurkan rudal ke pangkalan militer AS di Qatar sebagai balasan atas serangan udara Amerika terhadap fasilitas nuklirnya. Tidak ada korban jiwa dalam insiden itu, namun ketegangan meningkat tajam. Di Irak, serangan drone terhadap pangkalan militer yang menampung pasukan AS turut memperluas wilayah konflik, meski belum ada kelompok yang mengklaim tanggung jawab.
Hingga kini, konflik telah menewaskan ratusan orang. Di Israel, sedikitnya 28 orang tewas dan lebih dari 1.000 lainnya terluka. Sementara di Iran, laporan dari kelompok Aktivis Hak Asasi Manusia yang berbasis di Washington menyebutkan bahwa sedikitnya 974 orang tewas dan 3.458 lainnya luka-luka, termasuk ratusan warga sipil dan personel militer.
Pemerintah AS telah mengevakuasi sekitar 250 warga negaranya dari Israel dan memperkirakan hingga 700.000 warga AS, yang sebagian besar berkewarganegaraan ganda, masih berada di negara tersebut. (kae)