Sudutkota.id – Suasana meriah karnaval budaya warga di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang, pada Minggu (13/7/2025), mendadak berubah ricuh.
Salah satu warga, Mohammad Amin (56), mengalami pemukulan setelah memprotes penggunaan sound horeg pengeras suara berdaya tinggi yang mengeluarkan musik dengan volume ekstrem.
Insiden ini menjadi perhatian publik setelah videonya viral di media sosial. Tampak dalam rekaman, kericuhan terjadi di sekitar Jalan Budi Utomo RT 05 RW 03, saat salah satu kendaraan peserta karnaval melintas dengan dentuman sound system keras yang membuat warga setempat merasa terganggu.
“Dampak kebisingannya sangat mengganggu ketertiban masyarakat dan berpotensi membahayakan kesehatan, terutama merusak fungsi pendengaran dalam jangka panjang,” tegas Kompol Wiwin Rusli, Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polresta Malang Kota, Selasa (15/7/2025)
Kompol Wiwin menegaskan bahwa kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Ia menyebut penggunaan sound horeg kini dilarang keras dalam setiap kegiatan yang melibatkan masyarakat umum di Kota Malang.
“Ke depannya, setiap kegiatan yang menghadirkan massa wajib melalui rapat koordinasi dengan pihak kepolisian. Akan ada penekanan mengenai tata tertib, termasuk larangan penggunaan sound horeg dan sanksi tegas bagi pelanggar,” tegasnya.
Polresta Malang Kota juga tengah menyusun prosedur tetap (protap) untuk pengawasan kegiatan kemasyarakatan agar tidak menimbulkan keresahan publik.
Menurut kesaksian Mohammad Amin, keributan bermula saat ia dan istrinya mencoba menegur peserta karnaval karena suara sound horeg yang sangat keras, bahkan membuat rumah mereka bergetar. Ia kemudian keluar rumah dan berteriak meminta peserta mengecilkan volume.
Namun, salah satu peserta justru tersulut emosi dan terjadi adu dorong. Dalam suasana yang memanas itu, Amin mengaku menjadi korban pemukulan.
“Saya hanya minta dikecilkan, karena istri saya sakit kepala dan anak-anak ketakutan. Tapi saya malah didorong dan dipukul,” ujarnya saat mediasi di Polsek Sukun.
Kejadian ini mengundang reaksi cepat dari tokoh masyarakat dan pihak keamanan. Dua pihak yang terlibat akhirnya difasilitasi mediasi oleh Polsek Sukun, bersama perangkat kelurahan dan RW setempat.
Mediasi menghasilkan sebuah Surat Kesepakatan Bersama yang ditandatangani kedua belah pihak, disaksikan Ketua RW 03, Ketua Panitia Bersih Desa, dan Lurah Mulyorejo. Dalam surat tersebut, perwakilan warga RW 04 bernama Samar menyampaikan permohonan maaf kepada pihak korban dan bersedia mengganti biaya pengobatan serta kerugian material sebesar Rp2.000.000.
“Kami sepakat menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Yang penting tidak berlanjut ke proses hukum,” tulis isi surat yang ditandatangani tanggal 14 Juli 2025.
Surat tersebut juga mencantumkan pernyataan bahwa kedua pihak tidak saling menuntut secara hukum dan akan menjaga ketertiban bersama dalam kegiatan warga ke depan. (mit)