Sudutkota.id – Rapat Paripurna DPRD Kota Malang dengan agenda penyampaian pandangan umum fraksi terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Malang Tahun Anggaran 2026 berlangsung dinamis, Kamis (6/11/2025).
Tiga fraksi, yakni Fraksi PDI Perjuangan, PKB, dan PKS, menyampaikan sejumlah catatan kritis dan rekomendasi tajam terhadap arah kebijakan fiskal Pemkot Malang.
Mereka menyoroti berbagai persoalan mulai dari pengelolaan keuangan yang dinilai belum efisien, kurangnya pengawasan program berbasis masyarakat, lemahnya pengendalian peredaran minuman beralkohol, hingga rendahnya optimalisasi aset daerah.
Fraksi PDI Perjuangan: Anggaran Harus Efektif, Transparan, dan Pro Rakyat
Dalam pandangan umumnya, Juru Bicara Fraksi PDI Perjuangan, Sony Rudiwiyanto, menegaskan bahwa penyusunan RAPBD 2026 harus berpijak pada prinsip efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas publik. Ia mengingatkan agar seluruh kebijakan keuangan daerah disusun berdasarkan data dan analisis yang komprehensif, bukan sekadar rutinitas anggaran tahunan.
“Pengelolaan keuangan daerah tidak bisa hanya berorientasi pada serapan anggaran. Harus ada evaluasi mendalam terhadap capaian program, dampaknya bagi masyarakat, serta bagaimana uang rakyat itu benar-benar kembali dalam bentuk pelayanan publik yang berkualitas,” ujar Sony di hadapan Wali Kota Malang Wahyu Hidayat dan pimpinan DPRD.
Sony menyoroti sejumlah indikator keuangan yang dianggap perlu dikaji ulang, termasuk potensi kenaikan retribusi daerah tanpa disertai kesiapan sistem dan sosialisasi yang matang. “Kami melihat ada proyeksi peningkatan retribusi yang cukup signifikan. Tapi tanpa peningkatan kualitas layanan publik, kebijakan ini justru bisa menimbulkan resistensi dari masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, Fraksi PDI Perjuangan juga menyoroti program bantuan keuangan untuk RT yang disebut masih lemah dari sisi pengawasan dan pelaporan.
“Setiap RT mendapat alokasi Rp50 juta. Tapi sejauh mana efektivitasnya? Apakah sudah ada sistem pengawasan yang jelas dan transparan? Karena tanpa mekanisme kontrol yang baik, rawan terjadi penyimpangan,” tegasnya.
Sony menambahkan, transparansi informasi publik harus menjadi pilar utama dalam penyusunan APBD. “Jangan sampai anggaran publik menjadi domain segelintir pihak. Masyarakat berhak tahu bagaimana uang pajak mereka digunakan, untuk apa, dan siapa yang bertanggung jawab,” ujarnya menutup pandangan fraksi.
Fraksi PKB: Tindak Tegas Pelanggaran Perda Miras dan Perkuat Program Sosial
Sementara itu, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) melalui juru bicaranya Arif Wahyudi, menyoroti lemahnya pengawasan terhadap peredaran minuman beralkohol di Kota Malang. Ia menegaskan bahwa Pemkot Malang harus berani dan tegas dalam menegakkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol.
“Jangan takut-takut untuk menindak pelanggaran. Kami menerima banyak laporan dari masyarakat bahwa masih ada tempat penjualan minuman keras di sekitar tempat ibadah dan lembaga pendidikan. Ini jelas melanggar aturan,” tegas Arif.
Menurutnya, alasan bahwa izin penjualan minuman beralkohol berada di kewenangan provinsi tidak bisa dijadikan pembenaran. “Kota Malang punya hak moral dan kewenangan sosial untuk menolak praktik yang merusak tatanan moral masyarakatnya,” katanya.
Arif juga menyoroti arah kebijakan pembangunan Kota Malang yang mulai mengarah pada status kota metropolitan. Menurutnya, kemajuan kota tidak boleh hanya diukur dari megahnya infrastruktur. “Kota metropolitan bukan hanya soal fisik, tapi juga karakter masyarakatnya. Budaya lokal dan nilai religius harus tetap menjadi pondasi,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Fraksi PKB turut menyoroti pelaksanaan Program RT Berkelas yang disebut masih banyak mengalami hambatan teknis di lapangan. “Program ini bagus, tapi belum maksimal. Banyak RT yang kesulitan karena kurang pendampingan dari perangkat daerah. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan ini benar-benar berpihak pada masyarakat bawah,” ujarnya.
Tak hanya itu, PKB juga meminta agar pesantren dan lembaga keagamaan lebih diperhatikan dalam alokasi anggaran tahun depan. “Pesantren memiliki peran besar dalam menjaga moral dan membentuk karakter warga kota. Pemerintah jangan hanya fokus pada sektor fisik, tapi juga pembangunan manusia,” pungkasnya.
Fraksi PKS: Aset Daerah Belum Produktif, Kolaborasi OPD Masih Lemah
Pandangan yang tak kalah tegas datang dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melalui juru bicaranya H. Indra Permana. Ia menyoroti masih banyak aset daerah yang belum dimanfaatkan secara produktif, padahal bisa menjadi sumber pendapatan alternatif untuk memperkuat APBD.
“Contoh kecil saja, di belakang Balai Kota ada beberapa kios yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi warga. Tapi sampai sekarang belum dikelola dengan optimal. Kalau aset-aset semacam ini diberdayakan, dampaknya bisa signifikan terhadap PAD,” ujarnya.
Fraksi PKS juga menyoroti turunnya proyeksi pendapatan APBD 2026 dibanding tahun sebelumnya. Indra menyebut, kondisi tersebut harus disikapi dengan kreativitas dan kolaborasi lintas perangkat daerah, bukan sekadar efisiensi anggaran.
“Pemkot harus berani melakukan inovasi pendapatan tanpa membebani masyarakat. Keterbatasan fiskal justru menjadi momentum memperkuat koordinasi antar-OPD agar tidak terjadi tumpang tindih program,” tegasnya.
Selain itu, Fraksi PKS menyoroti pentingnya konsistensi perencanaan program pembangunan. Ia menilai, banyak program yang tumpang tindih antar dinas dan tidak memiliki ukuran kinerja yang jelas. “Jangan sampai antar dinas jalan sendiri-sendiri. Kekuatan koordinasi justru menentukan efektivitas pembangunan,” kata Indra.
Menutup pandangannya, PKS meminta Pemkot Malang memberi perhatian lebih kepada pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan sebagai bagian dari pembangunan sosial kota. “Pesantren harus menjadi mitra strategis Pemkot dalam membangun karakter masyarakat Kota Malang yang religius dan berbudaya,” ujarnya.




















